Ini pengalaman ketika aku masih bujang, saat itu umurku mungkin
sekitar 23 tahun. Aku kost disebuah tempat yang memang diperuntukkan
ahany untuk anak kost, ada sekitar 20 an kamar berjejer terdiri atas dua
bangunan bertingkat 2. Penghuninya campur antara yang bujangan dan yang
berkeluarga. Kebetulan kamarku ada di lantai bawah yang menurutku punya
fasilitas paling komplit (maksudnya bisa jemur pakaian di belakang
kamar karena ada lorong terbuka yang tersisa dibelakang bangunan yang
aku tempati itu. Dari lorong ini pulalah kisah ini berawal.
Tetangga
sebelah kiri dan kanan kamarku adalah pasangan yang berkeluarga. Ada
bapak dan bu Evi (karena anaknya namanya Evi) keluarga dengan satu anak
perempuan disebelah kiri kamarku. Dan keluarga mas Anto dan mbak Diah
(begitu aku memanggil mereka) disebelah kanan kamarku, keluarga muda
dengan satu anak perempuan juga yang berumur sekitar 2 tahunan. Aku
tidak begitu kenal dengan tetangga lainnya karena memang sangat jarang
bertemu. Umumnya mereka mengurung diri dikamar entah apa kegiatan
mereka. Aku sendiri bujangan yang baru mulai bekerja pada sebuah
perusahan yang cukup bonafid. Hari hariku biasanya aku habiskan pergi
sama teman teman, itu sebabnya aku jarang berinteraksi dengan tetangga
kostku.
Bu Evi orangnya kecil mungil, kulit hitam
manis tapi punya toked yang agak berlebihan sehingga kalo lama
diperhatikan seperti menantang (dasar mupeng) sedangkan mbak diah, punya
perawakan sintal, kulitnya putih bersih, wajahnya juga sangat mempesona
(masuk katagori cantik), ramah dan banyak senyum. Aku sendiri sering
dapat senyuman nya. Nggak tahu kenapa aku sering cari kesempatan untuk
bertemu muka biar kecipratan senyum manisnya. Aku sendiri cukup akrab
dengan mas Anto karena kantor kami bersebelahan. Mas Anto bekerja
sebagai Security. Seringkali aku diminta bantuan sama mbak Diah untuk
jagain si kecil Endah kalo dia lagi sibuk dengan pekerjaan rumahnya, dan
aku dengan senang hati melakukannya. Sebagai imbalan biasanya aku nitip
cucian barang sepotong dua potong. Merekalah dua wanita yang menjadi
topic ceritaku nanti.
Pada suatu hari aku pulang
malam sekitar jam 2an, aku ingat sekali itu malam minggu sehabis jalan
sama teman temanku, aku bermaksud mengambil jemuran dibelakang kamar
yang sore tadi dicuciin sama mbak Diah, takut kena hujan nanti bau. Aku
merasa ada yang tidak biasa. Didepan pintu kamar belakang mbak Diah aku
melihat sepasang sandal yang aku yakin bukan punya mas Anto. Penasaran
aku balik kedepan mencari motor mas Anto, hanya ingin memastikan kalo
mas Anto benar tidak dirumah karena setahuku hari itu mas Anto tugas
malam. Dan benar dugaan ku motor mas Anto tidak ada di tempatnya. Segera
aku berbalik lorong belakang. Aku mencoba mencari celah untuk mengintip
kedalam kamar mbak Diah. Tapi usahaku sia-sia karena terhalang dinding
dapur. Hanya saja aku sempat mendengar lapat lapat desahan nafas dan
sayup sayup suara erangan sehingga aku yakini sedang terjadi sesuatu
didalam sana. Aku kembali kekamarku menunggu ……. Dengan suasana hati
yang tak menentu, aku hanya berharap tahu siapa gerangan pemilik sandal
yang telah mengisi malam sepinya mbak diah. Aku tak beranjak jauh dari
pintu belakang kamarku dan sengaja kubuka sedikit sehingga masih bias
mengintip kea rah pintu belakang mbak Diah. 15 menit berlalu aku
mendengar suara daun pintu berderit meskipun sangat pelan tapi cukup
membuatku segera mengambil posisi yang telah kupersiapkan. Aku melihat
sosok mbak Diah keluar kemudian melihat kiri kanan mungkin memastikan
keadaan aman, setelah itu kulihat dia memberi kode kedalam maka
keluarlah sesosok lelaki yang sangat aku kenal….. Pak Evi… tetangga
sebelahku… aku tersurut kaget benar benar tidak menyangka dan setengah
tidak percaya dengan apa yang kusaksikan. Setelah keadaan tenang aku
kembali ketempat tidurku. Ada scenario dalam kepalaku. Dan aku pun
tersenyum sendiri.
Keesokan harinya seperti biasa aku
telat bangun, maklum hari minggu. Masih terbayang peristiwa semalam dan
rencana yang telah kususun. Aku bersemangat bangun dan langsung menuju
lorong belakang aku berharap ketemu mbak Diah dibelakang, tapi aku harus
kecewa. tak apalah masih banyak waktu. Dan aku segera menyambar
handukku masuk kamar mandi sambil bernyanyi kecil. Habis mandi aku
bermaksud membuang waktu dengan duduk di beranda kamar ku ngopi dan
sekalian melihat keadaan tetangga tetanggaku. Heran aku juga tidak
melihat bu Evi hari itu. Selang beberapa saat kulihat mbak Diah datang,
rupanya dia baru habis belanja di warung.
“Eh dik Hadi ..
udah bangun ya… “ Sapa mbak diah ramah seperti biasanya.“Iya mbak, mas
Anto masih tidur?” tanyaku balik“Iya dik, mas Anto baru pulang pagi, kan
tugas malam” katanya menerangkan“oh iya… mbak gak ada acara nyuci hari
ini? Nitip doong ““boleh, tapi ntar ya abis masak, tapi jagain Endah
ya”“Siip” kataku
Aku pun mengambil alih endah dari mbak
Diah, aku setelkan dia lagu anak anak dari DVD portable ku maka endah
pun bernyanyi nyanyi sendiri di kamarku. Selang beberapa lama kudengar
mbak Diah memanggil lewat pintu belakangku.
“Dik Hadi… mana cuciannya?”“itu mbak yang dibelakang, udah tak rendem dari semalem” sahutku menimpali.
Aku
segera beranjak kebelakang, saatnya memulai rencana. Perlahan kudekati
mbak Diah. Memberi kode agar dia mendekat. Mbak Diah menghampiriku….
“Semalam
aku melihat sesuatu disini” bisikku. Sengaja membuatnya terkejut. Dan
reaksinya memang seperti yang kuharapkan. Diapun lebih mendekat.
“Lihat apa?” mbak Diah ikutan berbisik.
“Ada deh.. “ godaku. Merah padam mukanya mbak Diah. Tapi dia segera menguasai diri. Dia taruh telunjuknya di atas bibir.
“Nanti aja diomongin” bisiknya lagi“Siip” kataku sambil mengangkat jempol.
Aku
memulai hayalanku ditempat tidur dengan perasaan menang, yakin akan
mendapat sesuatu. Pikiranku sedemikian jauhnya sampai tak sadar aku
tertidur dan lupa makan.
“tok… tok….tok…” setenagah sadar aku mendengar pintu kamarku di ketok.
Aku
bangkit dari tempat tidur dan yang pertama kurasakan adalah perutku
yang minta diisi. Kulirik jam bekerku, ah.. rupanya sudah jam setengah
tiga, pantesan…
“tok…tok…” kembali kudengar pintuku di ketok.
Aku bergegas membuka pintu, kiranya mbak diah yang sedari tadi mengetok pintu.
“ya mbak… ada apa?” tanyaku
“ini
mau nganterin makanan , tadi mbak masak lebih, mbak liat dari tadi kamu
gak keluar rumah.. pasti belum makan” katanya sambil mengulurkan
sepiring nasi komplit dengan lauknya.
“iya juga mbak, aku
ketiduran, mas anto udah bangun?”“udah tuh … lagi pergi sama endah
kerumah temennya”“ooh… berarti udah aman ya… “ kataku sambil mengedipkan
mata“kamu itu bikin mbak penasaran, memang liat apa semalem” katanya
masih berpura pura.
“ntar aku cuci tangan dulu, tak ceritain
sambil makan ya” aku bergegas menaruh makanan di meja kecil di beranda
dan masuk untuk cuci tangan, kubiarkan mbak diah penasaran menungguku.
“ayo
ngomong… liat apa semalem” mbak diah langsung menyerangku begitu aku
muali menyantap makanan, aku hanya senyum senyum sambil ayik
menghabiskan makanan ku.
“cepetan dong, ntar mas anto keburu pulang” pintanya memelas.
Akhirnya
aku pun menceritakan apa yang kulihat, termasuk mengetahui siapa adanya
lelaki pemilik sandal. Lama mbak diah terdiam sampai akhirnya…
“Di,
kamu bisa pegang rahasia ini kan?, mbak gak mau mas anto sampai tahu,
kmu pasti tahu akibatnya buat mbak” lagi lagi dia meminta dengan
memelas.
“tenang aja mbak, aku bisa jaga rahasia kok. Tapi aku juga bakal minta sesiuatu dari mbak” jawabku
“kamu jangan memeras mbak ya, kamu kan tahu mbak nggak punya uang”
“aku nggak minta uang kok” selaku“trus kamu minta apa”
“aku minta sesuatu yang mbak punya dan bisa kasi” kataku sambil memberi kode ke arah dadanya
“hah… kamu mau sama mbak?”
“knapa?
Mbak nggak mau ngasih”“Bukan gitu, mbak kan udah punya anak… emang kamu
mau?”“ah… aku kan pingin yang berpengalaman” kataku cekikikan.“ya deh…
kalo itu mbak bisa kasi, tapi jangan dipaksain ya… liat keadaan, jangan
sampai mbak celaka”
“oke, aku juga pasti menjaga mbak kok.. tenang aja”
“omong omong bu evi kemana? Koq pak evi nya bisa lepas?
“ooh,
biasa tiap sabtu mbak evi nginap di rumah orang tuanya karena harus
gantian ama saudaranya jagain orang tuanya yang udah tua”
“itu sebabnya ya… he..he.. ““ya … biasanya sabtu dianterin sama pak evi, minggu dijemput lagi”
“ngerti deh” kataku sambil mengejapkan mata, dan mbak diah pun tersenyum malu.
“ntar malam mas Anto shift malam lagi gak?” tanyaku“iya… knapa? Kmu mau ntar malem?”“kalo boleh sih…”“liat keadaan ya.. ““oke…”
Begitulah akhir dari transaksiku, aku tinggal menunggu hadiah yang dijanjikan tiba.
Waktu
yang kutunggu pun tiba, dari balik pintu kamarku aku mendengar suara
motor mas anto menjauh, dan mbak diah berdiri di beranda melepas
suaminya berangkat kerja. Setelah motor gak terlihat aku keluar kamar.
Mbak diah menoleh kearahku sambil berbisik..
“endah belum
tidur, ntar mbak kasi kode” sambil menganggukkan kepala, aku pun
mengerti. Menunggu sekitar 30 menit kudengar tembok di ketok , inilah
kode nya pikirku, dan aku bergegas ke arah belakang. Aku tidak mau
kecolongan seperti pak evi, jadi kudekati pintu belakangnya mbah diah
tanpa sandal.. he..he… langsung kubuka pintu perlahan yang ternyata
tidak terkunci. Pemandangan yang disuguh kan didalam kamar sungguh
membuatku terpana, mbak diah tiduran ditempat tidur dengan mengenakan
baju tidur yang amat tipis, ikatan tali dipinggangnya tak cukup menutupi
dadanya yang terbuka tanpa mengenakn BH, sehingga terpampanglah belahan
bukitnya yang indah. Aku sudah sering melihat belahan dadanya ketika
sedang menjemur pakaian ataupu menyapu di halaman, tapi malam ini
sungguh sangat menggairahkan. Mbak diah hanya tersenyum.
“sudah puas melihat ini” katanya sambil menunjuk ke arah dadanya
“mungkin
aku harus memegangnya” gurauku sambil mendekat. Langsung saja kubuka
bagian atas bajunya dan langsung kunikmati dada montok yang telah
menantiku itu. Pelan kuremas sementara bibirku mencari cari putingnya
yang lain. Aku puaskan diriku menciumi buah dada mbak diah, sementara
diapun mulai merintih pelan.
“di, aku pingin liat barangmu” bisiknya disela sela pergumulan kami.“penasaran ya?”
“mmh”
tangan mbak diah langsung meluncur kearah selangkangan ku, dia berhenti
ketika menggenggam penisku dari balik celana yang masih kupakai,
digenggamnya beberapa kali , mungkin membanding bandingkan milikku
dengan suaminya atau pak evi.
“kayaknya gede juga ya…” katanya“kalo mau liat aslinya buka aja mbak, aku gak keberatan kok” kataku
Mbak
diah langsung membalik posisi, dia diatas menindihku, kemudian sedikit
demi sedikit menurunkan wajahnya kearah perutku. Akhirnya mencapai
tonjolan selangkanganku.. dia meraba dengan halus membuatku jadi
merinding dan tentu saja adek kecilku langsung melonjak, dia mulai
menggenggam perlahan dan seperti sangat menikmati, perlahan disingkapnya
celanaku, tanpa basa basi penisku melonjak keluar. Mbak diah tersenyum
kearahku, mulai diciumnya penisku pertama dengan ujung hidung, kemudian
berlanjut dengan bibirnya. Serasa meledak mendapat perlakuan sopan
seperti itu. Perlahan bibir mbak diah terbuka, diarahkannya kepala
penisku kemulutnya, pintar sekali dia mebuatku melayang. Sekarang
penisku sudah sepenuhnya dalam kulumannya, terasa jilatan lidah mbak
diah sesekali menyentuh ujung penisku… aku sudah lupa diri. Tiba tiba
dikeluarkannya penisku dari dalam mulutnya. Ahh… aku langsung sadar
kembali.
“Besar juga…” bisiknyaAku hanya tersunyum puas dengan
ucapannya.“mbak… buka dong ““sabar sayang, kita banyak waktu koq”“ya
mbak.. tapi aku dah mau meledak nih” mbak diah tertawa kecil mendengar
kataku.
“kamu yang buka ya…” sekali lagi aku membalik
posisi, kali ini mabak diah tidur dengan pemandangan indah nya. Aku
mulai membuka baju tidurnya perlahan sambil sesekali mengecup outing
mbak indah yang sudah sedemikian menantangnya. Aku hanya mendengar
desahan desahan yang semakin membangkitkan nafsuku dari bibir mbak diah.
Sekarang yang tampak adalah tubuh tanpa sehelai benang yang siap
menantiku. aku terus melanjutkan gerilya mulutku di sekujur tubuh mbak
diah, tanganku mulai melepas celanaku dan langsung kulemparkan tanpa
peduli jatuh dimana. Kugesekkan penisku diselangkangan mbak diah. Kali
ini aku sengaja mengulur waktu bermaksud membuat mbak diah penasaran.
Pinggul mbak diah mulai bergerak liar. Tampak dia berusaha mencarikan
lobang untuk penisku yang kini sangat tegang.
“ayo di…. Masukin sayang, mbak udah nggak tahan”“bantuin dong mbak” kataku pula.
Mbak
diah mulai mencari penisku lagi, setelah dalam genggamannya, dia mulai
mengarahkannya ke liang kenikmatannnya. Aku mengimbangi dengan melakukan
sedikit penekanan. Agak susah masukknya.
“kok susah masuknya mbak”“punyamu kegedean, mmmh … pasti nikmat nih” dia mendesis
Akhirnya
dengan bantuan tangan mbak diah penisku mulai memasuki vaginanya mbak
diah yang hangat dan basah. Aku tidak mau terburu buru, jadi kugerakkan
perlahan penisku dalam vaginanya mbak diah sambil menikmati setiap
gesekannya, desahan mbak diah juga memberi sensasi tersendiri. Mbak diah
pun selalu memberi gerakan pinggul yang menambah kenikmatan yang
kurasakan malam itu. Aku bertahan dengan gaya itu beberapa saat sampai
akhirnya…
“aduh di… mbak mau keluar, kasi mbak keluar dulu
ya…” katanya tanpa memberi kesempatan aku untuk menjawab, tangan mbak
diah menekan pinggangku sampai seluruh penisku terhisap kedalam
vaginanya, dia terus meracau tak jelas, tapi aku tahu dia sedang dalam
puncak puncaknya. Aku merasakan dinding vagina mbak diah berdenyut
denyut seperti mencengkram penisku kuat kuat. Aku biarkan dia menikmati
sesaat sampai pegangan dipinggangku agak kendor.
“maaf ya di.. mbak gak tahan, habis penismu enak banget, vagina mbak rasanya penuh” katanya“gak apa mbak kan bisa di ulang”
“pasti mbak layani, mbak bikin kamu puas di, lagian penismu enak”
Begitulah
malam itu kami melanjutkan petualangan, ternyata mbak diah type wanita
yang agak hyper. Malam itu dia keluar sampai 7 kali sementara aku dapat 2
kali. Dari dia pula aku tahu kalo mas anto tidak begitu kuat di
ranjang, paling hanya bisa memberinya sekali sementara mbak diah punya
keinginan lebih dari itu. sedang dari pak evi katanya dia bisa dapat 2
sampai 3 kali meskipun penisnya tidak sebesar punyaku. Aku puas malam
itu dan kembali ke kamar dan tertidur pulas sampai pagi.
Episode Bu Evi
Mungkin
karena kelelahan atau terlalu puas, pagi itu aku bangun agak terlambat.
Aku mandi dengan terburu buru. Dengan hanya handuk melilit tubuh aku
kebelakang kamar mencari pengganti CD, tak peduli keadaan sekeliling aku
ganti CD di belakang kamar. Tiba tiba… aku mendengar suara seseorang
menjerit. Rupanya bu evi baru keluar dari kamarnya dan hendak menjemur
pakaian kaget melihatku telanjang. Aku juga kaget, handukku jatuh dan CD
yang mau kupakai baru sebatas lutut. Lama tertegun aku lupa kalau
penisku masih bergelantungan. “maaf bu, kirain gak ada orang” kataku
“iya.. iya tapi kok gak buru buru ditutupin, mau pamer ya” wah aku
tersentak dan langsung merapikan CD ku. Untung bu evi gak marah dan
malah menggodaku. “anu bu, aku kesiangan jadi gak konsen, maaf ya bu”
kataku lagi “gak apa apa, mbak juga gak nyangka dapat pemandangan gituan
pagi pagi” katanya tersenyum sambil menatap ke arah penisku. Aku jadi
kepingin iseng menggoda, maklum aku juga suka dengan body bu evi yang
selalu mengundang terutama toketnya. “kalo mau bukan cuma pemandangan
yang bisa dinikmati, barangnya juga bisa kok” “yee…. Udah sana ntar
telat kerjanya” katanya mengingatkan.
Ternyata dia gak
marah, dan menurut feelingku kayaknya dia ada minat dengan penisku
setelah apa yang disaksikannya. Aku bergegas masuk kamar dan cepat cepat
berpakaian sekenanya, sebelum berangkat aku mencoba mengisengi bu evi
sekali lagi. “ntar dilanjutkan ya mbak (aku mulai memanggil mbak)”
kataku sambil melongokkan kepala dari pintu kamarku. “hus cepat kerja
sana… “ bu evi memonyongkan bibirnya sambil tersenyum manis dan
menurutku itu sangat menggoda. Aku gak konsentrasi di tempat kerja,
bayangan godaan bu evi gak bisa lepas dari otakku. Setelah menyelesaikan
beberapa pekerjaan, aku minta ijin bosku untuk pulang dengan alasan
nggak enak badan. Aku hanya ingin segera menyelesaikan urusanku dengan
bu evi. Memasuki rumah kost, yang pertama kucari adalah motor pak evi,
meskipun aku tahu dia biasa kerja pagi tapi aku harus memastikan. Yakin
aman, aku masuk kamar dan langsung membuka pintu belakangku. Sepi…. Jam
jam segini orang sedang kerja, kalaupun dirumah paling mengurung diri
dikamar, Mbak diah pasti masih ngurus suaminya yang baru bangun habis
kerja malam.
Aku melangkah kepintu belakang bu evi,
perlahan ku ketok pintunya. Dan aku juga sudah mentyiapkan alasan jika
hal yang tidak diinginkan terjadi. Pada ketukan kedua aku mendengar
langkah kaki mendekati pintu. “Ada apa dik hadi” tanya bu evi dengan
tersenyum. “itu…. mau melanjutkan yang tadi” kataku “kamu nekat ya…
pasti bolos ya… “ cecarnya tapi dengan suara berbisik “kan udah janji”
aku menyahut bodo bodohan. “kamu serius?” “ya.. iyalah, masak nggak” aku
udah kepalang menjawab Bu evi memperhatikan sekeliling. “masuk sini,
nanti diliat orang” katanya. Aku berjingkrak gembira. Ternyata apa yang
aku pikirkan tidak meleset. Bu evi memberi jalan kepadaku. “ssst… jangan
keras keras, evi lagi tidur” bisiknya “kamu mau apa?” “kan mbak udah
ngerti… masak dijelasin lagi” kataku nyengir Lama bu evi terdiam. Tapi
akhirnya dia tersenyum lagi. “rahasia kita berdua ya… jangan sampai
orang lain tahu” katanya “iya lah mbak … masak aku mau bikin perkara”
“sama ingat… ini cumin buat senang senang saja, tidak ada perasaan. Aku
nggak mau dipaksa paksa ya..” “ya mbak, saya setuju” Dengan demikian
mulailah petualangan baru dengan bu evi hari itu. Sejak lama aku
mengagumi toket bu evi ini, maka tak kusia siakan hari itu untuk
menikmati sepuasnya. Aku menyusu seperti anak kecil hanya bedanya
diiringi dengan desahan desahan kecil bu evi.
Tubuh hitam
manis itu sudah ku miliki sekarang . aku membenamkan wajah ku di
belahan toket bu evi. Kunikmati aromanya, aku sangat bergairah.
Begitupula bu evi. Kami telah telanjang bulat dan aku bersiap mencari
akhir dari permainan ini. Genjotan ku selalu mendapat perlawanan
dahsyat. Bu evi bertahan cukup lama, beda dengan mbak diah. Lubang
memeknya lebih lengket tidak terlalu banyak cairan. Yang lebih dari
memek bu evi ini adalah aku merasa penisku susah dicabut ada yang
menyedot dari dalam, dan senyum bu evi pun tak henti hentinya
terpampang. “aku diatas ya..” tiba tiba dia menghentikan gerakanku. Dan
tanpa menungggu persetujuanku dia berguling, dengan posisi diatas dia
mulai mengatur rithme genjotan. “kamu diam saja, nikmati saja ya”
katanya dan akupun hanya mengangguk. Bu evi mulai dengan gayanya
sendiri, kakiku diluruskannya dan meninggalkan penisku tegak, perlahan
dia mengangkangi penisku. Dengan bantuan tangannya dimaukkannya penisku
kedalam vaginanya, pelan tapi habis sampai ke pangkal. Dia mendesah. Aku
merasa ujung penisku ada yang mengganjal. Mungkin mentok. Kembali bu
evi tersenyum. Dia mualai bergerak naik turun.
Aku dapat
memandangi seluruh tubuhnya sekarang. Toket besarnya ikut naik turun
mengikuti irama gerakan pantatnya. Hanya beberapa menit aku bertahan
seperti itu. Aku merasa penisku panas dan terasa laharku sebentar lagi
akan menyembur. “mbak… aku udah mau keluar” aku memperingatkan. “iya
sayang aku juga mau… kita sama sama ya…” nafas bu evi mulai memburu, dia
mempercepat gerakannya, dan aku berusaha menahan sekuat tenaga agar
tidak muncrat duluan. Aku ingin member kesan bahwa aku tidak kalah dari
dia. Aku kaget ketika bu evi menghempaskan tubuhnya keatas dadaku sambil
berkata.. “aku keluar….. aku keluar… “ didiringi dengan dekapan yang
sangat erat dia mengejang beberapa kali.
Dan aku berniat
segera menyusulnya. “mbak … aku keluar” aku bermaksud mencabut penisku
tapi dia menahanku. “lepaskan didalam saja sayang … aku mau merasakan
kehangatan sperma kamu” katanya Kutarik wajah bu evi, dan aku melumat
bibirnya, sementara penisku mulai memuntahkan isinya dalam memek bu evi.
Dia benar benar tahu apa yang harus dilakukan. Dia memutar pantatnya
seperti hendak menguras habis isi penisku. Aku tersenyum puas. “makasih
mbak… mbak hebat sekali” “kamu juga hebat sayang… kamu memberiku
kepuasan yang berbeda hari ini, lain kali mbak boleh minta kan?” “
dengan senang hati mbak” jawabku sambil member kecupan dibibirnya.
Aku
mengahiri hari itu dengan senyuman, dan beristirahat dengan lelap. Aku
bermimpi membawa kedua wanita tetanggaku kedalam kamarku dan kami main
bertiga. Aku jalani kehidupan seks dengan dua wanita tetangga sekitar
satu tahunan lebih, dalam seminggu aku bias bermain 3 sampai empat kali.
Jadwal yang baik mebuat mereka tidak tahu satu sama lain kalau aku
mengencani mereka berdua. Mbak diah yang putih, cantik dan hyper
memberiku kebanggaan sebagai lelaki karena dia sering memberiku pujian
atas permainanku. Sedangkan bu evi selalu memberiku kenikmatan lebih
saat kami bercinta, memeknya yang hangat dan kering serta sedotannya
tidak ku dapat dari wanita manapun.
Satu persatu mereka
pindah dari tempat kost yang banyak memberi kenangan. Keluarga bu evi
pindah terlebih dahulu karena membeli rumah saudaranya dengan harga
murah dan sekarang tinggal lebih dekat dengan keluarganya. Sedangkan
keluarga mbak diah menyusul dua bulan berikutnya karena mas anto membeli
rumah disebuah komplek perumahan. Namun demikian kami masih tetap
berkomumikasi dan sesekali melakukan pertemuan diam diam dan melanjutkan
petualangan kami. Hanya saja tidak bisa sesering ketika masih
bertetangga. Sekian dulu ya kawan ceritaku, lain kali aku juga pingin
cerita tentang petualangan lanjutan baik dengan bu evi ataupun mbak diah
yang kayaknya seru untuk diceritakan. Aku tutup cerita ini karena
tanganku sudah pegal
No comments:
Post a Comment
Terimakasih