Peristiwa yang tidak dapat aku lupakan ketika masih remaja dulu salah
satunya adalah ketika berkesempatan melihat pesona gadis bertelanjang
bulat di kamar mandi rumahku. Sebut saja gadis itu bernama Dinar.
Umurnya lebih muda setahun dariku, sedangkan aku sendiri waktu itu masih
duduk di bangku kelas 2 SMP. Dinar sengaja dititipkan oleh ortunya
kepada ortuku untuk membantu mengurusi hal-hal kecil, yakni kebersihan
di dalam rumah. Alasannya dititipkan, karena ortu Dinar sendiri punya
banyak anak dan butuh beaya tidak sedikit untuk menopang kondisi
ekonominya, jadinya dititipkanlah si Dinar kepada ortuku.
Dinar
sendiri adalah seorang gadis muda yang bertubuh bongsor. Aku sering
melihat sepasang gundukan payudara yang sudah lumayan besar untuk
seusianya. Entah mengapa saat melihat Dinar, ujung-ujungnya mata ini
sepertinya selalu bergerak sendiri meluncur ke arah dadanya yang
menonjol lumayan bulat dan sekal itu. Benar-benar sangat menarik
perhatianku shg seringkali secara insting membuatku melirik ke arah
bagian itu bila berada di dekatnya (normal ga sih).
Meskipun
bertubuh bongsor, mentalnya masih termasuk dalam kategori kanak-kanak,
Dinar tidak jarang melakukan kenakalan-kenakalan kecil, seperti
mengambil barang-barang di dalam toko berupa jepit rambut, pemotong
kuku, bedak, bahkan mainan kelerengku tanpa bilang-bilang terlebih
dahulu. Orangtuaku tidak begitu mempermasalahkan hal itu panjang lebar,
hanya sesekali mengingatkan kalau mengambil barang yang bukan haknya itu
namanya mencuri.
Pernah aku jadi dibikin keki karenanya,
waktu itu aku pernah memergoki dia menulis suatu diari. Diari itu berisi
tentang khayalan-khayalannya. Khayalannya tidak tanggung-tanggung, di
dalam diari itu dituliskan kalau aku sedang berpacaran dengannya. Jujur
saja, bukannya aku tidak tertarik untuk berpacaran dengannya akan tetapi
karena aku sendiri masih belum mengerti bagaimana itu pacaran. Tapi
yang pasti, aku selalu penasaran dengan bodinya yang sudah mekar
diusianya. Tubuh milik anak perempuan yang mulai menginjak remaja itu
menjadi suatu perhatian yang menarik bagiku. Banyak hal yang bisa
menimbulkan rasa penasaran yang cukup tinggi kalau berada di dekatnya.
Suatu
ketika aku dibuat jengkel, lagi-lagi. Masih berhubungan dengan
diarinya, aku tidak sengaja memergoki dia sedang menulis di buku itu.
Begitu aku rebut dan kubaca, ternyata isinya aneh-aneh. Di dalam
tulisannya dikisahkan aku jadi tokoh utama yang selalu dibicarakan
panjang lebar. Tentu saja Dinar tidak mau aku membaca semua isi buku
diarinya. Berulangkali Dinar berusaha merebut kembali bukunya. Tentu
saja dia tidak berhasil karena gerakanku lebih cepat dan kuat. Tapi
bukan Dinar namanya kalau mudah menyerah apalagi isi diarinya bisa
dibilang Top Secret, lebih-lebih kalo aku yang membacanya.
Berulangkali buku diari itu jadi korban tarik-menarik.Saat beradu
kekuatan dengan Dinar untuk merebut kembali buku diari itu,
keseimbanganku hilang, akhirnya membuat kami berdua jatuh terjungkal.
Aku jatuh terduduk ke belakang dan Dinar ikut ketarik tenagaku hingga
terjatuh ke arahku. Gara-gara rebutan buku itu, kami berdua jadi saling
bertindihan. Buku diari itu sendiri terlepas agak jauh dari tempatku.
Sadar
jika bukunya sempat terlepas dariku, Dinar cepat-cepat bergerak kembali
untuk mengambilnya. Segala upaya dengan gaya apapun dilakukan Dinar
untuk merebut kembali buku pusakanya itu. Ketika Dinar hendak berdiri,
kedua tanganku cepat-cepat menarik kedua bagian lengannya agar dia tidak
jadi bisa berdiri. Dengan spontan pula, kedua tangannya bergerak
mengibas-ibas berusaha melepaskan peganganku hingga terlepas. Tak mau
kecolongan, aku langsung merangkul tubuhnya agar dia tidak banyak bebas
bergerak. Begitu aku peluk tubuhnya itu sontak tercium aroma wangi
rambutnya membuatku tersadar jika yang aku peluk ini adalah tubuh dari
seorang perempuan yang memiliki sepasang bulatan yang menonjol di
dadanya. Aku pun merasakan di dadaku menghimpit erat dadanya. Seketika
itu pula mendadak timbul pikiran yang agak nakal. Berawal dari
pikiran-pikiran nakal seperti mengambil kesempatan meraba-raba sekujur
tubuh Dinar, aku jadi mendadak adem panas dan deg-degan.Dinar masih
meronta berusaha melepaskan diri dari pelukanku, tapi aku tak mau kalah.
Tidak ingin kelepasan dirinya, aku gelitikin sekujur pinggangnya agar
tenaganya untuk memberontak jadi buyar seketika. Usahaku sedikit
berhasil, tenaganya untuk melepaskan diri agak berkurang karena harus
menghindari serangan-serangan gelitikan jemariku yang semakin berani
menjelajah bagian-bagian peka di tubuhnya. Mulai dari pinggang, lalu
pindah ke ketiaknya, kemudian pindah lagi ke pinggang, hingga yang
paling nekad bergeriya langsung ke buah dadanya secara bergantian.
Sepertinya
Dinar terlalu konsen dengan buku diarinya, sehingga dia tidak menyadari
jika niatan gelitikanku lebih ke arah menggerayangi tubuhnya. Di
kesempatan itu aku gunakan sebaik-baiknya untuk memuaskan rasa
penasaranku terhadap lekak-lekuk tubuhnya yang bongsor serta mendebarkan
jantung itu. Aku benar-benar sangat senang bisa merasakan lekukan di
sekujur tubuhnya. Bahkan semakin menjadi-jadi. Kuberanikan diri sesekali
mengusap-usap dan meremas-remas kedua buah dadanya secara bergantian
sembari terus menahan dirinya agar tidak terlepas dari dekapanku.
Selang
beberapa asyik bergulat dengan Dinar sembari menggerayangi tubuhnya di
sana-sini, mendadak kemaluanku menjadi berdiri sendiri. Rasanya sangat
enak mendapati burungku yang menegang itu ditekan-tekan ke arahnya.
Sejak itu, aku jadi keranjingan menempelkan burungku yang menegang itu
ke tubuhnya. Dinar tidak peduli dengan aksiku terhadapnya, dipikirannya
cuman ingin segera mendapatkan buku diarinya kembali di tangannya.Untung
sekali waktu itu tidak ada orang lain lagi selain aku dan Dinar,
sehingga tertawa cekikikan kami tidak ada yang mendengar atau bahkan
menghentikan keasyikan kami berdua saat saling berebut buku diari.Karena
terlalu konsentrasi pada tubuh Dinar, aku tidak begitu memperhatikan
diari miliknya. Sedikit demi sedikit jarak diari dengan Dinar semakin
dekat. Tapi lagi-lagi untung saja, mataku sempat melirik ke arah diari
tersebut. Begitu tangan kanan Dinar hendak mencapai buku diarinya,
segera kutangkap tangannya, dan dengan cepat kudorong balik tubuhnya,
hingga berposisi gantian aku yang menindihnya. Ketika berhasil
menindihnya, burungku benar-benar lebih merasa keenakan. Apalagi Dinar
terus melakukan gerakan meronta, semakin enak saja efek yang ditimbulkan
dari gerakan Dinar.
Saking konsentrasinya pada buku diari
pribadinya, Dinar masih belum menyadari sepenuhnya jika aku sebenarnya
tidak berniat merebut buku diarinya, melainkan keasyikan menikmati lekuk
indah tubuhnya melalui kedua telapak tanganku sendiri. Berulangkali aku
berhasil meraba-raba gumpalan buah dadanya secara utuh. Berbagai gaya
mulai dari meraba menekan-nekan, meremas-remas, menarik-narik, dan itu
semua tanpa disadari Dinar. Hingga akhirnya aku jadi capek sendiri dan
merasa sangat puas bisa mengerjai anak itu.Begitu dirasa pelukanku
mengendor, dia pun berhasil melepaskan diri sekaligus berhasil
mendapatkan buku diarinya sambil tertawa-tawa mengejek. Tapi aku
menanggapinya dengan cara berpura-pura akan membalasnya jika ada
kesempatan di lain waktu. Dinar masih tetap tidak menyadari jika aku
hanya akal-akalan saja berebut buku diarinya. Dan semenjak itu pula,
jantungku selalu merasa berdebar-debar jika kebetulan di rumah hanya ada
aku dan Dinar.
Beruntungnya, hampir setiap hari setelah
pulang sekolah yang berada di rumah terlebih dahulu adalah aku dan
Dinar, lainnya pada pulang ke rumah dua jam setelahnya.---Suatu ketika,
ortuku ada urusan ke luar kota selama dua hari. Tentu saja selama dua
hari itu pun hanya ada aku dan Dinar yang berada di rumah. Pada hari
pertama yakni hari Sabtu, kira-kira sekitar pukul setengah satu siang
aku sudah sampai di dalam rumah. Seperti biasa si Dinar sudah datang
terlebih dahulu sepulang dari sekolah karena jarak sekolahnya lebih
dekat dibandingkan sekolahanku.Sejak mengalami pergumulan gara-gara
rebutan buku diari, Dinar lebih waspada. Jika aku sudah sampai di rumah,
maka Dinar segera membereskan barang-barang simpanannya di laci
kamarnya. Melihat perilakunya yang aneh-aneh itu, aku rada cuek saja.
Tapi sesekali kedua mataku melirik ke arahnya gara-gara teringat jika
selama dua hari yang berada di rumah hanya tinggal aku dan Dinar.
Semakin sering mengamati Dinar, entah mengapa jadi semakin besar muncul
rasa penasaran-penasaran yang tinggi terhadapnya. Aku pikir itu adalah
karma karena pada awalnya aku memang merasa tidak tertarik kepadanya,
dan kini keadaan jadi berbalik.Aku menyalakan tv yang berada tak jauh
dengan kamar tidur Dinar, dan kebetulan sekali aku bisa melihat Dinar di
kamarnya di tempat di mana aku duduk santai melihat tv. Membuat diriku
semakin menjadi-jadi saja mengamati tindak-tanduk Dinar di dalam
kamarnya. Terlihat Dinar tampaknya sedang membereskan barang-barangnya.
Setelah itu Dinar tampak keluar dari kamar dan menguncinya. Ditangan
kanannya menenteng baju yang akan dibuat ganti, sedangkan kirinya
menenteng sebuah handuk.
Mengetahui Dinar akan berangkat
mandi, mendadak aku menjadi deg-degan. Pikiranku seperti ada yang
merasuk tiba-tiba bak memberikan wejangan. Wejangan yang mengatakan
bahwa aku bisa lebih leluasa melihat tubuhnya yang bertelanjang bulat,
yakni saat dia sedang mandi. Aku pun mendadak jadi ingat jika lubang
angin-angin atau ventilasi kamar mandi di sana sangat lebar dan tidak
ada penutupnya. Lebarnya cukup untuk memasukkan kepalaku hingga ke
dalam, serta tempatnya tepat berada di atas pintu masuk kamar mandi
tersebut. Dan kebetulan sekali ventilasi kamar mandi tersebut tidaklah
begitu tinggi. Mendapatkan ide brilian yang bisa memuaskan rasa
penasaranku terhadap Dinar, mendorongku segera cepat mengambil tindakan.
Kuambil kursi berbahan plastik, lalu kuletakkan di depan pintu kamar
mandi. Aku tidak khawatir kursi tersebut bakal berderit saat kunaiki
karena sudah ada keset lumayan tebal di depan kamar mandi.
Begitu melihat ke dalam ruang kamar mandi melalui lubang ventilasi, kaboooommm!!!
Tampaklah suatu pemandangan indah yang belum pernah aku saksikan
sebelumnya. Melihat ke dalam ruang kamar mandi itu, seakan-akan sedang
melihat suatu misteri di dunia yang selama ini mengganjal di kepala
menjadi terpecahkan.Aku bisa melihat keberadaan Dinar di dalam dengan
sangat jelas. Bahkan saking jelasnya seakan-akan aku sedang berada satu
ruangan dengan dirinya. Dinar tampaknya sedang asyik berdendang sambil
melepasan satu persatu rangkaian pakaian yang dia kenakan persis seperti
orang lagi striptis. Helai demi helai perlengkapannya mulai terpisah
dari tubuhnya. Mulai dari kaos kasualnya, membuat jantungku semakin
berdegub kencang. Kemudian rok sekolahnya, darahku jadi terasa
bergejolak mendesir-desir dengan jelas. Dilanjut melepas kaos dalamnya,
tubuhku mendadak menggigil adem-panas. Lalu saat melepas BH, kedua
mataku seakan hendak melompat keluar karena saking tertariknya melihat
bagaimana rupa bagian itu saat tidak tertutup. Dan yang terakhir bak
sebagai tayangan pamungkasnya, yakni melepaskan celana dalam putih yang
bertuliskan “Hello Kitty”, tanpa diperintah terlebih dulu oleh pusat
syaraf mendadak pen|sku menjadi berubah menegang dengan sangat cepat. Fiiiuuuuhhhwww!!
Berasa
di mimpi saat melihat Dinar sedang bertelanjang bulat sambil asyik
berdendang di dalam kamar mandi itu. Dia sama sekali tidak menyadari
jika aku kini sedang asyik mengintipnya di lubang ventilasi kamar mandi.
Benar-benar sangat jelas bagaimana lekukan tubuhnya yang ternyata indah
itu tanpa mengenakan penutup apa-apa. Aku mengamati segala sisi
tubuhnya mulai dari rambutnya yang lurus sebahu, kulitnya yang kuning
kecoklatan, belahan pantatnya yang sekal dan nyungging, paha dan
betisnya yang proporsional, buah dadanya yang benar-benar indah membulat
sempurna, serta rambut-rambut kecil yang mulai tumbuh di area
selangkangannya, membuatku jadi sedikit demi sedikit semakin
mengaguminya. Saking senangnya melihat isi pemandangan di dalam kamar
mandi itu sampai-sampai membuatku jadi tak ingin berkedip biarpun
sesaat.Dinar mulai mengambil air di bak dengan menggunakan gayung di
tangan kanannya, lalu menumpahkan seluruh isinya dari atas kepalanya,
byurrr…Dinar langsung basah kuyup tapi dengan begitu membuat dia jadi
lebih segar kelihatannya.Guyuran-guyuran air membuat tubuh Dinar menjadi
berkilat-kilat. Rambutnya yang lurus sebahu itu seakan-akan menjadi
melekat dengan kepalanya. Mataku tak bosan-bosannya mengamati keindahan
tubuhnya di bagian dada dan pantatnya. Kedua bulatan payudara basahnya
yang lumayan besar dan bulat itu tampak berkilat-kilat akibat pantulan
cahaya, kedua ujung pentilnya sudah mencuat keluar, dan berkali-kali
kulihat kedua buah dadanya yang indah itu berguncang-guncang, bak umpan
mewah untuk memancing rasa gemasku dan undangan untuk rasa penasaranku
agar mau meremas-remas. Jika memang begitu kenyataan sesungguhnya, tentu
saja aku mau, eh ga cuman mau, tapi sangat sangat mau sekali. Untuk
sementara aku hanya bisa mengkhayalkannya saja sambil berpikir bagaimana
cara mewujudkannya.
Ketika Dinar berganti posisi
menghadap membelakangiku, nafasku semakin berat. Lekukan punggungnya
yang mulus dan ramping itu sangat memancing hasratku agar bisa
menyentuhnya. Ditambah lagi pada saat kedua mataku meluncur jatuh lebih
ke bawah, yakni pas ingin menyaksikan dengan seksama bagaimana bentuk
lekuk pantatnya. Belahan pantatnya tampak begitu sekal dan seret, mirip
ciri khas dari seseorang yang sering berolah raga atau berjalan kaki.
Pas saat Dinar berposisi menggayung air, tampak di antara belahan
pantatnya terdapat suatu garis yang menggurat, itu pasti area
kemaluannya. Melihat bagian tersebut, membuatku semakin berkhayal ke
level lebih tinggi. Aku mengkhayalkan bagaimana nikmatnya saat burungku
yang tengah menegang kencang itu terselip berada di sana sembari
digesek-gesekkan. Nafasku semakin memburu karena mengkhayalkannya.Rasa
penasaranku semakin besar dan tinggi, apalagi ditambah dengan momennya
yang sangat tepat, yakni tidak ada orang lain lagi selain aku dan Dinar
di rumah ini, membuatku cepat-cepat memeras otak memikirkan agar bisa
memanfaatkan momen ini sebaik-baiknya.
Tidak berselang
lama kemudian, timbulah satu ide brilian yang sangat cemerlang
menurutku. Agar bisa berpeluang masuk ke dalam kamar mandi saat itu,
tentunya perlu strategi. Melihat Dinar mengambil shampoo, kebetulan
sekali. Aku mendadak langsung ingat jika mandinya bakal memakan waktu
lebih lama daripada biasanya jika dia sedang keramas. Seketika itu pula,
aku langsung memutuskan untuk turun dari kursi plastik dan dengan
sekejap kursi itu sudah kembali ke tempat semula. Ditengah
asyik-asyiknya Dinar menikmati mandinya sambil berdendang, aku
berpura-pura mengeluh sakit perut karena mendadak kebelet BAB.Awalnya
masih sengaja kupelankan gedoran pintuku, aku mengeluh sakit perut
karena tidak kuat menahan hasrat BAB, sembari bergaya intonasi pura-pura
tidak tahu jika dia bakal lama mandinya.Tokk tokkk tokkk….
“Din, aku kebelet beol. Cepet dikit mandinya, ya?!” pintaku masih pelan.
“Haduh, Mas…aku masih mau keramas.” Jawabnya dari dalam.
“Ga bisa Din, aku bener-bener kebelet nih!” nadaku naik satu oktaf.
“Ya elah Mas, sabar dikit lah.” Dinar masih bersikeras.
“Astaga…Din, cepet dikit Din…aku sudah ga kuaaatt!!” pintaku, naik satu oktaf lagi.
“Bentar ah!” Dinar ga mau mengalah.
Kali ini strateginya aku tambahin dengan teknik gedor-gedor sembari mendorong-dorong pintunya agak kuat. Dokk dokk dokk…
“Aduh dah cepet mandinya, ga pake lama! Aku dah ga kuat nahaannn, Din!” bujukku dengan suara mulai kencang.
“Tau deh!” jawabnya singkat.
“Serius
Din!! Cepet bukain donk… Dikit lagi anunya dah jatuh di keset nih!
Sudah ketahan di celana, Din!” bujukku tak kurang akal sembari menggedor
lebih kuat.
“Ntar deh!” jawabnya enteng.
“Ya udah aku paksa buka pintunya klo begitu. Dah ga kuat nih! Ga usah malu deh, aku bener-bener butuh” ancamku.
Menilai
kali ini Dinar agak keras kepala juga, akhirnya aku putuskan nekad
menggedor-gedor pintu sambil mendorong-dorong kuat-kuat. Dinar tampaknya
jadi bingung juga di pikirannya. Aku bisa mengira-ngira kalau di dalam
dia sedang kebingungan antara keluar dengan rambut penuh shampoo atau
membersihkannya terlebih dahulu. Dinar terdengar tangannya menyambar
handuk untuk menutupi sebagian tubuhnya. Ceklik, terdengar kunci pintu
dibuka. Dinar tampak mengintip malu-malu dari dalam melihat ke arahku
sambil tertawa. Mendapatkan angin kecil berpeluang besar seperti itu,
tanpa ba bi bu lagi, aku bergegas masuk ke dalam dan langsung duduk menempati WC jongkok di sebelah pojok.
“Kyaaaa…!” teriaknya sambil menutupi mulutnya sendiri tapi tidak terlalu kencang.
“Halah,
gitu aja pake teriak. Biasa aja napa? Aku aja anggap biasa, kenapa kamu
engga?” tantangku. Tentu saja aku berpura-pura tidak tertarik melihat
ke tubuhnya, berlagak cuek konsentrasi BAB.
Melihat Dinar masih termangu melihat aku duduk sekarang sudah jongkok di atas lubang WC, aku pun komentar.
“Dah
sana lanjutin mandinya, jangan bengong aja!.” Kataku membuyarkan
lamunannya sembari menyipratkan air ke arahnya. Begitu cipratan airnya
tepat mengenai wajahnya, Dinar terpancing untuk segera membalasku.
Disiratkan mukaku dengan seluruh air yang ada digayung, balasannya
ternyata lebih kejam. Kubalas lagi dengan cipratan air ke wajahnya.
Lagi-lagi dia membalas tindakanku, tak kalah kejamnya dengan balasan
sebelumnya.
Aku dibuat basah kuyup bersama baju atasku.
Karena sibuk membalasku, Dinar tidak begitu memeriksa apakah aku
benar-benar BAB atau tidak. Situasi itu sangat menguntungkan bagiku.
Cepat-cepat sebelum Dinar menyadarinya, aku segera menyiram beberapa
kali ke lubang WC. Tentu saja tangan kiriku sengaja menutupi lubang WC
agar terhindar dari pandangan matanya.
“Aku cuman cipratin
kamu dengan air setangan, balasannya malah segayung, kan jadi basah
semua!” Aku pura-pura mempermasalahkan tindakan balasannya yang tidak
adil.
“Biarin!” Dinar tidak peduli.
“Wah aku balas kamu ya!” ancamku.
“Ga
takut!” tantang Dinar sambil tertawa cekikikan.Tantangan Dinar
membuatku mendadak semakin berani. Dorongan rasa gemas yang begitu
tinggi membuatku bertambah nekad dihadapannya. Aku pun beranjak dari WC,
mengambil gayung satunya dan mulai menyiram air ke Dinar. Sebagian
handuknya jadi basah karenaku.
“Handukku basah loh!?” ujarnya.
“Sama dengan bajuku!” timpalku. Tak puas sampai di sana, aku sengaja siram dia lagi, byurrr…handuknya
semakin basah kuyup dan menempel erat seakan-akan hendak menjadi satu
dengan tubuhnya sehingga memperlihatkan lekuk-lekuk indah tubuhnya.
Melihat pemandangan syur seperti itu di hadapanku, hasratku ingin
memeluknya semakin besar.
“Lihat tuh airnya sampai ke dalam rumah!” ingat Dinar.
“Biarin, hehe..” jawabku singkat sambil terkekeh. Diperingatkan Dinar, maka spontan saja aku segera menutup pintunya. Klek!
Jadilah hanya kami berdua di dalam kamar mandi. Entah apa yang akan
terjadi selanjutnya. Aku semakin berhasrat untuk menggodanya.Kepalang
tanggung bajuku jadi basah kuyup, nekad saja kubuka baju satu-satunya
penutup badanku. Kini pun aku telanjang bulat di hadapan Dinar. Sontak
Dinar berteriak geli.
“Idih!”
“Ah, ngapain
idih idih segala, sini buka juga handukmu biar ga tambah basah!” bujukku
sembari menyambar handuk yang menempel di tubuhnya. Dinar tidak begitu
banyak menolak, dia berusaha memegangi handuknya sendiri agar tidak
terlepas tapi dengan menggunakan tenaga yang tidak begitu banyak.
Sepertinya Dinar sebenarnya mau-mau saja ikut telanjang cuman masih agak
malu. Tak lama kemudian handuknya sudah berpindah tempat, dari tubuhnya
kini sudah ke tanganku. Segera aku gantung handuk itu di hanger.
Jadilah kami berdua sama-sama telanjang bulat saling berhadap-hadapan.
Pemandangan mendebarkan itu semakin membuatku berhasrat ingin
cepat-cepat bermain dengannya dan berlama-lama.
“Kamu kan mau mandi, sini aku mandiin!” kataku sambil mengguyur Dinar sambil tertawa-tawa.Byurrr…
“Kyaaa…!”
teriak Dinar. Kedua tangannya berusaha menahan tanganku yang sedang
mengguyurnya. Begitu tangan kami bersentuhan, mendadak timbul sensasi
yang mendesir-desir di dalam dada. Kulitnya yang lembut dan licin akibat
terkena air itu membuatku semakin terangsang. Tidak mau kalah Dinar
segera ikutan menggayung air dan menyiramkan ke arahku. Kami berdua jadi
tambah larut saling mengguyur dan basah-basahan.Lama-kelamaan saking
asyiknya mengguyur-guyur, tak disadari jarak antara aku dan dia sudah
semakin dekat seperti sepasang orang yang sedang berdansa. Begitu Dinar
mulai mengguyurku untuk ke sekian kali, aku pura-pura kalah. Aku
berusaha mengelak dengan bersembunyi di belakangnya.
Begitu
sembunyi di belakang tubuhnya, kurangkul tubuh Dinar. Seketika itu
muncul rasa nyaman yang amat tinggi. Rasa licin di sekujur tubuhnya
mampu membuatku serasa terbang ke surga. Burungku kembali mendadak
tegang. Kini khayalanku segera terwujud, memanfaatkan kesempatan berada
di belakangnya, kuselipkan batang burungku yang menegang itu diantara
kedua pahanya. Uhhmm… enak sekali. Bayangkan enaknya, bagian vitalku
yang peka itu sudah berada di jepitan pangkal pahanya yang terasa
hangat, halus, sekaligus licin. Rasanya benar-benar klenyir-klenyir
enak. Ulahku itu membuat Dinar meronta-ronta sembari berteriak-teriak
kegelian.Tubuh Dinar yang terus bergerak meronta-ronta itu malah membuat
darahku semakin mendesir-desir kencang. Pantatnya semakin erat menempel
di pinggulku. Kudorong-dorong maju mundur burungku menikmati gesekan
kulit selangkangannya.Merasa kesulitan membalikkan tubuhku di
punggungnya untuk diguyur akhirnya Dinar memutuskan untuk mengguyur
tubuhnya sendiri. Kami berdua kembali basah. Sensasi adem-panas di
sekujur badanku mendadak berkurang dan kembali agak segar. Puas
menikmati enaknya menggeseki kulit selangkangannya, aku lepaskan tubuh
Dinar untuk mengambil sabun cair.
“Sini aku sabunin…”
“Kyaaa…
ga mau!”Meski mulutnya berkata menolak tapi Dinar sendiri tidak
menunjukkan usaha penolakan atau pun menghindar. Dinar tertawa-tawa geli
saat kedua tanganku mulai sibuk menyabuni tubuhnya. Usapan tanganku
diawali di bagian bahu Dinar, berputar-putar lembut meratakan sabun
cairnya. Dadaku semakin bergetar tidak karuan karena berhadapan dengan
Dinar. Tak sabaran, kedua tanganku bergerak menurun ke payudaranya.
Awalnya Dinar merasa geli, tapi lama-kelamaan dia mulai beradaptasi
merasakan kegeliannya hingga berubah menjadi kenikmatan. Dinar sudah
tidak keberatan dengan kedua telapak tanganku yang mulai sibuk
berputar-putar mengusap di kedua bulatan buah dadanya. Tertawa
mengikiknya sudah menghilang berganti dengan desahan nafas memberat
menikmati usapan tanganku. Karena perlakuanku menimbulkan rasa enak di
dalam dirinya, Dinar tiba-tiba ikut mengambil sabun cair di dekatku dan
mengusap-usapnya di sekujur dadaku. Kami berdua saling menyabuni dan
menikmati berbagai sensasi nikmat yang muncul mendebarkan hati. Begitu
usapan Dinar semakin turun ke bagian perut, kedua matanya tak sengaja
mendapati burungku seperti sedang menuding ke arah mukanya. Rasa
penasarannya pun timbul.
“Loh punyamu koq bisa berdiri seperti itu?” tanyanya penasaran.
“Ga tahu” kilahku menyembunyikan perasaan malu.
“Bentuknya
koq lucu gitu seh?” lanjutnya masih penasaran. Aku hanya terdiam tidak
menjawab. Terbakar rasa penasaran, Dinar memindahkan tangan kanannya
dari dadaku langsung menyambar batang burungku yang sedari tadi
menudingnya.Aku sempat dibuat terkejut sesaat begitu batang burungku
sudah berada di dalam genggaman tangan kanannya. Saking asyiknya
menikmati kekenyalan buah dada Dinar, aku tidak menyadari jika
perhatiannya tiba-tiba tertuju ke arah kemaluanku.
“Aahhmm…” aku tak kuasa menahan mulutku untuk mendesah keenakan.
“Eh, enak ya?”tanyanya tiba-tiba saat mendengar aku mulai mendesah.
“Iya…enak” jawabku blak-blakan.
“Kalo usapanku di dadamu gini enak ga?” tanyaku penasaran.
“Enak
juga seeh” jawabnya tiru-tiru aku blak-blakan juga.Kami berdua pun
saling memegang daerah-daerah yang menimbulkan perasaan enak. Lama
kelamaan, terasa belaian-belaian itu jadi seperti usaha balas-membalas.
Begitu Dinar merasa keenakan, maka belaian tangannya semakin sengaja
dibuat senyaman dan senikmat mungkin padaku. Aktivitas-aktivitas
mengusap itu membuat kami berdua menjadi semakin dekat dan intim.
Masalah-masalah yang sempat merenggangkan hubunganku dengan dirinya
mulai terlupakan berbuah masalah enak yang kini sedang kami alami.
Sebelumnya
tidak pernah sama sekali kemaluanku berdiri mengeras karena mengamati
seorang wanita telanjang. Ini adalah kejadian pertama bagiku. Bahkan
bukannya melihat seorang wanita telanjang, tapi malah sedang menikmati
keindahan tubuh Dinar dengan tangan mengusap-usap buah dadanya. Badan
sempat terasa sedikit menggigil, jantung berdegup lebih kencang, dan di
dalam hatiku rasanya ada sesuatu yang selalu mendorong-dorong untuk
semakin erat melekat ke tubuh Dinar. Aku mengenal hasrat aneh baru
muncul kali ini, suatu hasrat yang kerap mendorongku untuk segera
memeluk-meluk tubuh Dinar. Akhirnya, aku tidak kuat menahan adanya
desakan hasrat yang sedari tadi memaksaku untuk bertindak lebih berani
terhadap Dinar.Bagian dada Dinar yang menggembung bulat itu semakin
penuh dengan busa sabun, sedangkan burungku sendiri sampai menjadi putih
karena juga diselimuti busa sabun. Tangan kanan Dinar tak
henti-hentinya terus berulang-ulang menarik-narik burungku, semakin
menggigil keenakan saja di sekujur badanku sampai dibuat berkelojotan.
Aku
tidak kuat lagi menahan hasrat yang begitu meledak-ledak di dalam dada.
Saking gemasnya dengan aktivitas di dalam kamar mandi itu, membuatku
kembali memeluknya, tapi kali ini langsung memeluk Dinar dari
depan.“Ouhh…” Dinar mendesah sesaat begitu aku memeluknya erat-erat.
Sepertinya dia masih sedikit risih jika berpelukan dengan posisi saling
berhadapan, gadis itu tampak jadi bingung apa yang harus dia lakukan
selanjutnya saat tangannya sudah tidak bisa membelai-belai burungku saat
aku mulai merangsek memeluknya.Rasanya sungguh enak saat kulit tubuhku
menggeseki kulit tubuhnya, secara perlahan instingku memerintahkan
menggerak-gerakkan badanku sendiri dengan bergoyang-goyang. Benar-benar
sangat menyenangkan, rasanya sangat menggelitik hati, membangkitkan
nafsu untuk selalu menempel erat ke tubuhnya.Entah apa yang dirasakan
oleh Dinar, tapi sepertinya terdengar berulangkali di telingaku jika
mulutnya mengeluarkan suara-suara mendesah dan nafasnya yang memberat.
Aku tidak mempedulikannya, yang aku ingin adalah terus menikmati halus
dan licin dari tubuhnya yang bercampur dengan busa sabun.
Oouuh..
enaknya membuatku ketagihan.Dengan berposisi memeluk erat tubuh Dinar,
aku bisa merasakan kekenyalan buah dadanya yang tergencet di dadaku
sendiri. Burungku yang sedari tadi terus menegang keras dengan mudahnya
menelusup diantara celah pangkal pahanya dan aku gerak-gerakin maju
mundur menggesek-gesek. Dinar tampaknya mendadak menjadi kegelian karena
ulahku itu. Sesekali dia tertawa kegelian sembari menggelinjang
beberapa saat akibat sekujur burungku menggesek-gesek menyentuh bagian
tengah selangkangannya.
Semakin enak yang dirasakan,
membuat Dinar seakan-akan menjadi agak limbung. Kedua tangannya bergerak
memeluk pundakku agar tidak terjatuh, wajahnya disandarkan di bahu
kiriku. Seperti berusaha mengimbangi gerakanku, tubuh Dinar samar-samar
juga ikutan bergerak menggoyang-goyang. Busa di bagian buah dadanya
menyebar merata di dadaku. Sedangkan busa di bagian kemaluanku menjadi
menyebar di sekitar selangkangannya.
“Enak sekali menyabuni cara kayak gini!” kataku membuyarkan khalayan-khayalan nikmat sesaat.
“He eh… geli” sambungnya.
“Tapi punggung kita ga kena busa sabun” tambahku.
Tanpa
sibuk menanggapi, tangan Dinar melepaskan pundakku dan segera menyambar
sabun cair di bibir bak mandi. Kemudian diratakannya sabun cair tadi di
sekujur punggungku. Tanganku langsung membalas aksinya, begitu Dinar
mulai mengawali untuk menyabuni sekujur punggungku. Jadilah kami berdua
saling mengusap punggung meratakan busa-busa sabun di sekitarnya. Kami
berdua tenggelam dalam suasana menyelami pelajaran bercumbu pertama.
Berbagai sensasi nikmat muncul silih berganti dengan cara yang nyeleneh.
Sensasi
geli akibat pergesekan kulit kami terus membawa kenikmatan. Apalagi di
bagian burungku yang mengacung tegak lebih merasakan geli-geli yang
begitu nikmat saat terselip rapat diantara pahanya. Suara usapan-usapan
dari tangan kami bagai nada-nada pengiring pembangkit birahi
raga.Sesekali desahan nikmat Dinar diselingi dengan tawa-tawa kecil.
Tampaknya Dinar begitu senang menikmati perlakuan lembutku. Apalagi di
bagian tengah selangkangannya kugesek bolak-balik dengan sekujur
burungku yang tegap, membuat Dinar semakin mengerti jika di bagian
vitalnya ternyata lebih keenakan. Gerakan-gerakan pinggulnya pun mulai
terasa mengimbangi gerakan pinggulku yang menggesek-gesekkan sekujur
burungku di sana. Kadang ikut bergerak maju mundur, kadang ke kiri dan
ke kanan, sesekali pula berputar-putar. Saking nikmatnya membuat Dinar
sesekali melenguh sembari menggelinjang. Detak jantung Dinar terasa
menggebu di dadaku, desahan dan lenguhan di mulutnya sangat jelas di
telingaku. Tanda bahwa Dinar sudah begitu larut dalam kenikmatannya.
Begitu pula denganku, aku semakin keranjingan dan semakin tak berdaya
untuk melepaskan diri dari hasrat birahi yang sudah meninggi. Dinar pun
demikian, semakin erat saja pelukannya hingga serasa tubuh kami melekat
seperti dua magnit yang berbeda kutub.
"Aduhh…mas, burungnya ngganjal banget di bawah." Jelasnya kalem.
"Tapi
enakkan? Nikmatin aja Din!" ujarku sambil terus membelai dan
menggoyangi tubuhnya.Dinar makin larut terselimuti kenikmatannya. Aku
dapat merasakan bahwa tubuhnya semakin berani menggoyang. Tampaknya
Dinar sangat meresapi kenikmatan-kenikmatan di setiap gesekan-gesekan
tubuhku. Posisi berdiri kami masih seperti sepasang kekasih sedang
berdansa dengan mesranya, bahkan semakin lengket saja.Konsentrasiku
beralih ke bagian bawah perut. Aku angkat pinggulku hingga menekan
pinggulnya.
"Ahh.. gelii.." lenguh Dinar akibat bagian
terpekanya mendadak terangkat oleh batang burungku yang sengaja aku
angkat. Rasanya sangat enak, sampai-sampai aku terlena melupakan sejenak
usapanku karena sedang menikmati sensasi bagian bawah perutku.
"Aduh.."
pekik Dinar samar. Kemaluanku tidak sengaja mengenai sesuatu yg
membuatnya tempeik. Aku ulangi lagi menggesek bagian itu, Dinar
lagi-lagi mengaduh.
"Kenapa?" tanyaku berbisik.
"Geli banget
di situ.." jelas Dinar memanja. Kupikir dia kesakitan karena ulahku,
ternyata justru sebaliknya. Dinar mengaduh karena nikmatnya yang sangat
tinggi. Aku pun tidak ragu lagi bergerak menggoyang-goyang dan sesekali
mengangkat-angkat batang penisku untuk menekan selangkangannya. Sesekali
pula aku selingi dengan menggerak-gerakkan burungku di sana maju
mundur. Dinar semakin erat memelukku, dan pinggulnya semakin terbawa
irama kemaluanku yang terus bergerak mengangkat dan sesekali maju mundur
menggesekinya.Ditengah-tengah goyangannya, sepertinya Dinar sedang
berusaha menepatkan sesuatu di selangkangannya agar pas tertekan oleh
ujung burungku. Entah di bagian mananya yang hendak diarahkan, aku tetap
menggoyang sambil sesekali bergerak maju mundur.
"Aaahh..
sshhh.. enak Mass" Dinar mulai meracau begitu menemukan kenikmatan
barunya. Aku semakin terbawa oleh racauannya, dengan keadaan kemaluanku
yang sedang tegak dan keras ini semakin semangat mengorek-ngorek bagian
yang dapat membuat Dinar jadi keenakan.Tubuh kami yang sudah bercampur
busa sabun juga turut mempermudah setiap gesekan-gesekan nikmat itu. Aku
semakin bersemangat menggali kenikmatan-kenikmatan pada burungku di
daerah selangkangannya. Tidak berselang lama kemudian, Dinar tambah
mengerang-erang.
“Uhhh… ahhhh… hhaahhh ddduhhh..”
erangnya.Ulahku yang terus menggeseki selangkangan Dinar menyebabkan
gadis itu tampak belingsatan. Rasa lembut dan licinnya di daerah itu
tidak kusangka semakin lama semakin mengasyikkan, membuat debar
jantungku semakin bergemuruh dan tambah bersemangat menikmati permainan
mandi bareng ini.Kuatnya burungku mengorek-ngorek selangkangan Dinar
didukung ukuran tinggi badanku yang memang lebih tinggi dibanding Dinar,
sehingga bila kutegakkan lagi badanku otomatis kemaluanku ikut
terangkat dan semakin mendesak bagian kemaluan milik Dinar yang
berbentuk guratan.
"Ooohh.. mass.." desis Dinar semakin
kuat saat merasakan desakan kemaluanku tambah menekan selangkangannya.
Hasrat penasaranku tentang tubuh Dinar kini benar-benar terwujud untuk
dipuaskan. Awalnya aku hanya berniat melihat Dinar telanjang, tapi kini
malah berkesempatan hingga memeluk tubuh telanjangnya dan bahkan
menikmati gesekan demi gesekan dengannya. Kesempatan langka itu
benar-benar aku manfaatkan untuk memuaskan rasa penasaranku, dengan cara
meraba, mengusap, menekan, bahkan sesekali mencengkeram lembut
payudaranya dan kuremas-remas pelan.
"Ohh.. mass.. gelii
masss ennakk" rintihnya keenakan. Aku tetap diam dan hanya konsentrasi
menikmati apa yang aku inginkan terhadapnya. Aku benar-benar ingin
memuaskan hasrat penasaranku yang besar ini terhadap Dinar. Kesempatan
ini tidak ingin aku sia-siakan karena belum tentu ada lagi.Karena waktu
itu aku masih tidak tahu tentang hubungan seks, jadinya hanya sebatas
itu saja permainanku bersama Dinar. Tidak sampai berhubungan seks, tapi
sudah cukup mendatangkan kesenangan hingga membuat jantung
berdebar-debar kencang tak beraturan, nafas memburu hingga
tersengal-sengal, aliran darah terasa mendesir-desir cepat, dan tubuh
sampai menggigil karena saking nikmatnya.Lalu, ujung penisku yang
terus-menerus menggeseki selangkangannya akhirnya membuat Dinar sampai
pada kepuasaannya yg pertama dlm hidupnya. Sambil spontan memeluk erat
tubuhku, tubuh Dinar tiba2 berkelojotan.
"Ahh..aduuhh.. uff.. geliii.." teriaknya di tengah kelojotan tubuhnya, kemudian dia tiba-tiba melepaskan pelukannya dan jongkok.Serr..serrr.. Ternyata
Dinar tidak kuat lagi menahan puncak kegeliannya sehingga jongkok
terkencing-kencing di hadapanku. Setelah itu Dinar melenguh lega seperti
habis mengangkat sekuintal beras di pundaknya. Aku terdiam hanya
melongo kebingungan melihatnya dengan posisi tetap berdiri dan
menampakkan burungku yg masih tegang.
"Kenapa Din?" tanyaku penasaran.
"Aku ga kuat menahan pipis, gara-gara rasanya geli banget" jelasnya polos.
Dinar
tampaknya tidak lagi merasa malu-malu dihadapanku sdalam keadaan
telanjang, aku pun demikian. Setelah istirahat sejenak Dinar kembali
berdiri sendiri. Dia tertawa melihat ke burungku yg masih tegak
mengacung, disentuhnya perlahan dengan jari tangan kanannya. Dinar
mengelus-elus lembut. Spontan saja giliran aku sekarang yang merasa enak
kegelian.
"Ahh.." lenguhku.
Tampaknya
burungku yang masih berdiri tegak ini menjadi pusat perhatian si Dinar.
Sambil tetap berjongkok, diamatinya burungku itu. Kemudian terasa
jari-jemarinya yang lembut dan mungil itu bergerak merayap memegang
batang burungku.Rasanya enak saat Dinar memegang dengan cara
mengelus-elus bagian itu secara perlahan. Seperti mendapatkan barang
temuan baru, Dinar tak jemu-jemunya mengamati dengan seksama di sekujur
penisku. Entah diapain saja burungku ini, dielus-elus, digenggam dan
diremas lembut, kadang juga diputar-putar seperti persneling mobil. Aku
tidak protes terhadap ulahnya karena akibatnya juga terasa enak. Aku
menyuruh Dinar berdiri kembali, mataku serasa tidak tahan jika hanya
melirik buah dada Dinar yang bebas menyembul. Aku ingin memegangnya
kembali daripada diam saja hanya merasakan tangan Dinar mempermainkan
burungku. Dinar beranjak berdiri sambil terus memegangi sekujur penisku,
dan kedua tanganku langsung bergerak cepat menyambar sepasang buah
dadanya yang tampak menggemaskan di mataku.
Kekenyalannya
mampu membiusku untuk terus mempermainkan buah dadanya. Tampaknya Dinar
senang dadanya aku mainkan, buktinya dia tetap membiarkan
tangan-tanganku bebas berkeliaran di sana. Kupencet-pencet, kadang
kuraba-raba dan kusentil-sentil dua biji pentilnya yang sudah timbul
mengeras.Dinar mendadak berinisiatif menambahkan sabun cair untuk
mengusap-usap burungku. Aku biarkan saja dia berkreasi. Begitu tangannya
mulai bekerja mengurut, licinnya sabun kembali membuatku menggelinjang
kegelian. Nafasku jadi tak beraturan tersengal-sengal. Tubuhku pun
bereaksi berkelojotan. Itu semua dikarenakan kedua tangan Dinar sibuk
mengurut-urut penisku. Jari-jemarinya yang lembut itu tampak bergerak
luwes mengurut dari pangkal hingga ujung lalu kembali ke pangkal lagi
berulang-ulang hingga seterusnya. Kontan saja aku tambah lama tambah
geli dan semakin berkelojotan.
"Enak banget Din, yah bener gitu… terus... enak banget..." racauku.
Dinar
tambah bersemangat mengocok penisku. Aku semakin dibuat belingsatan
sampai-sampai mataku terpejam saking enaknya. Semakin lama, rasanya
batang burungku menjadi panas, sekaligus semakin peka. Rasa gelinya
semakin meningkat dan meningkat.
"Oh.. jangan berhenti
Din.. enakk.. terus.." pintaku memelas takut Dinar berhenti.Mendengar
mulutku semakin meracau, membuat Dinar bertambah gemas. Gadis itu
semakin mempercepat kocokannya. Insting gadis ini cepat sekali menangkap
maksud keinginanku. Tanganku terus meremas-remas buah dada Dinar
sebagai pelampiasan rasa nikmat yang datang bertubi-tubi.
"Ouuuuhhhhhhhh..." pekikku agak memanjang diiringi dengan semburan air kencing yang mendadak keluar tak tertahan lajunya.
"Aihh..
aku di kencingi" kaget Dinar saat menerima kencangnya semburan dari
dalam burungku ke arah perutnya. Aku jadi tertawa mengikik dan lega.
"Hihi..
huff.. seperti kamu tadi, aku jadi pengin kencing.. fuff.. gara-gara ga
tahan gelinya" jelasku sambil bernafas menggos-menggos.
"Enak ya?" tanya Dinar lagi.
"Hu uh.." jawabku singkat sambil manggut-manggut.
Beberapa menit kemudian, burungku kembali berubah menciut. Kami berdua cekikikan sama-sama lega dan menyudahi permainan ini. Ahhh enaknya...! Diriku membatin. Benar-benar pengalaman indah pertama yang tak terlupakan saat itu.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih