Namaku Hendriansyah, biasa dipanggil Hendri. Saat ini aku kuliah di
salah satu Akademi Pariwisata sambil bekerja di sebuah hotel bintang
lima di Denpasar, Bali. Kisah yang aku ceritakan ini adalah kisah nyata
yang terjadi terjadi saat aku masih duduk di kelas II SMA, di kota
Jember, Jawa Timur.
Saat itu aku tinggal di sebuah
gang di pusat kota Jember. Di depan rumahku tinggalah seorang wanita,
Nia Ramawati namanya, tapi ia biasa dipanggil Ninik. Usianya saat itu
sekitar 24 tahun, karena itu aku selalu memanggilnya Mbak Ninik. Ia
bekerja sebagai kasir pada sebuah departemen store di kotaku. Ia cukup
cantik, jika dilihat mirip bintang sinetron Sarah Vi, kulitnya putih,
rambutnya hitam panjang sebahu. Namun yang paling membuatku betah
melihatnya adalah buah dadanya yang indah. Kira-kira ukurannya 36B, buah
dada itu nampak serasi dengan bentuk tubuhnya yang langsing.
Keindahan
tubuh Mbak Ninik tampak semakin aduhai saat aku melihat pantatnya. Kali
ini aku tidak bisa berbohong, ingin sekali kuremas-remas pantatnya yang
aduhai itu. Bahkan jika Mbak Ninik memintaku mencium pantatnya akan
kulakukan. Satu hal lagi yang membuatku betah melihatnya adalah bibirnya
yang merah. Ingin sekali aku mencium bibir yang merekah itu. Tentu akan
sangat nikmat saat membayangkan keindahan tubuhnya.
Setiap
pagi saat menyapu teras rumahnya, Mbak Ninik selalu menggunakan kaos
tanpa lengan dan hanya mengenakan celana pendek. Jika ia sedang
menunduk, sering kali aku melihat bayangan celana dalamnya berbentuk
segi tiga. Saat itu penisku langsung berdiri dibuatnya. Apalagi jika
saat menunduk tidak terlihat bayangan celana dalamnya, aku selalu
berpikir, wah pasti ia tidak memakai celana dalam. Kemudian aku
membayangkan bagaimana ya tubuh Mbak Ninik jika sedang bugil, rambut
vaginanya lebat apa tidak ya. Itulah yang selalu muncul dalam pikiranku
setiap pagi, dan selalu penisku berdiri dibuatnya. Bahkan aku berjanji
dalam hati jika keinginanku terkabul, aku akan menciumi seluruh bagian
tubuh Mbak Ninik. Terutama bagian pantat, buah dada dan vaginanya, akan
kujilati sampai puas.
Malam itu, aku pergi ke
rumah Ferri, latihan musik untuk pementasan di sekolah. Kebetulan orang
tua dan saudaraku pergi ke luar kota. Jadi aku sendirian di rumah. Kunci
kubawa dan kumasukkan saku jaket. Karena latihan sampai malam aku
keletihan dan tertidur, sehingga terlupa saat jaketku dipakai Baron,
temanku yang main drum. Aku baru menyadari saat sudah sampai di teras
rumah.
"Waduh kunci terbawa Baron," ucapku dalam
hati. Padahal rumah Baron cukup jauh juga. Apalagi sudah larut malam,
sehingga untuk kembali dan numpang tidur di rumah Ferri tentu tidak
sopan. Terpaksa aku tidur di teras rumah, ya itung-itung sambil jaga
malam.
"Lho masih di luar Hen.." Aku tertegun mendengar sapaan itu, ternyata Mbak Ninik baru pulang.
"Eh
iya.. Mbak Ninik juga baru pulang," ucapku membalas sapaannya. "Iya,
tadi setelah pulang kerja, aku mampir ke rumah teman yang ulang tahun,"
jawabnya.
"Kok kamu tidur di luar Hen."
"Anu..
kuncinya terbawa teman, jadi ya nggak bisa masuk," jawabku. Sebetulnya
aku berharap agar Mbak Ninik memberiku tumpangan tidur di rumahnya.
Selanjutnya Mbak Ninik membuka pintu rumah, tapi kelihatannya ia
mengalami kesulitaan. Sebab setelah dipaksa-paksa pintunya tetap tidak
mau terbuka. Melihat hal itu aku segera menghampiri dan menawarkan
bantuan.
"Kenapa Mbak, pintunya macet.."
"Iya, memang sejak kemarin pintunya agak rusak, aku lupa memanggil tukang untuk memperbaikinya." jawab Mbak Ninik.
"Kamu bisa membukanya, Hen." lanjutnya.
"Coba Mbak, saya bantu." jawabku, sambil mengambil obeng dan tang dari motorku.
Aku
mulai bergaya, ya sedikit-sedikit aku juga punya bakat Mc Gayver. Namun
yang membuatku sangat bersemangat adalah harapan agar Mbak Ninik
memberiku tumpangan tidur di rumahnya.
"Kletek.. kletek..." akhirnya pintu terbuka. Aku pun lega.
"Wah pinter juga kamu Hen, belajar dari mana."
"Ah, nggak kok Mbak.. maklum saya saudaranya Mc Gayver," ucapku bercanda.
"Terima kasih ya Hen," ucap Mbak Ninik sambil masuk rumah.
Aku
agak kecewa, ternyata ia tidak menawariku tidur di rumahnya. Aku
kembali tiduran di kursi terasku. Namun beberapa saat kemudian. Mbak
Ninik keluar dan menghampiriku.
"Tidur di luar tidak dingin. Kalau mau, tidur di rumahku saja Hen," kata Mbak Ninik.
"Ah, nggak usah Mbak, biar aku tidur di sini saja, sudah biasa kok, "jawabku basa-basi.
"Nanti sakit lho. Ayo masuk saja, nggak apa-apa kok.. ayo."
Akhirnya aku masuk juga, sebab itulah yang kuinginkan.
"Mbak, saya tidur di kursi saja."
Aku langsung merebahkan tubuhku di sofa yang terdapat di ruang tamu.
"Ini bantal dan selimutnya Hen."
Aku
tersentak kaget melihat Mbak Ninik datang menghampiriku yang hampir
terlelap. Apalagi saat tidur aku membuka pakaianku dan hanya memakai
celena pendek.
"Oh, maaf Mbak, aku terbiasa tidur nggak pakai baju," ujarku.
"Oh nggak pa-pa Hen, telanjang juga nggak pa-pa."
"Benar Mbak, aku telanjang nggak pa-pa," ujarku menggoda.
"Nggak pa-pa, ini selimutnya, kalau kurang hangat ada di kamarku," kata Mbak Ninik sambil masuk kamar.
Aku
tertegun juga saat menerima bantal dan selimutnya, sebab Mbak Ninik
hanya memakai pakaian tidur yang tipis sehingga secara samar aku bisa
melihat seluruh tubuh Mbak Ninik. Apalagi ia tidak mengenakan apa-apa
lagi di dalam pakaian tidur tipis itu. Aku juga teringat ucapannya kalau
selimut yang lebih hangat ada di kamarnya. Langsung aku menghampiri
kamar Mbak Ninik. Ternyata pintunya tidak ditutup dan sedikit terbuka.
Lampunya juga masih menyala, sehingga aku bisa melihat Mbak Ninik tidur
dan pakaiannya sedikit terbuka. Aku memberanikan diri masuk kamarnya.
"Kurang hangat selimutnya Hen," kata Mbak Ninik.
"Iya Mbak, mana selimut yang hangat," jawabku memberanikan diri.
"Ini di sini," kata Mbak Ninik sambil menunjuk tempat tidurnya.
Aku
berlagak bingung dan heran. Namun aku mengerti Mbak Ninik ingin aku
tidur bersamanya. Mungkin juga ia ingin aku.., Pikiranku melayang
kemana-mana. Hal itu membuat penisku mulai berdiri. Terlebih saat
melihat tubuh Mbak Ninik yang tertutup kain tipis itu.
"Sudah jangan bengong, ayo sini naik," kata Mbak Ninik.
"Eit,
katanya tadi mau telanjang, kok masih pakai celana pendek, buka dong
kan asyik," kata Mbak Ninik saat aku hendak naik ranjangnya.
Kali
ini aku benar-benar kaget, tidak mengira ia langsung memintaku
telanjang. Tapi kuturuti kemauannya dan membuka celana pendek berikut
cekana dalamku. Saat itu penisku sudah berdiri.
"Ouww, punyamu sudah berdiri Hen, kedinginan ya, ingin yang hangat," katanya.
"Mbak nggak adil dong kalau hanya aku yang bugil, Mbak juga dong," kataku.
"OK Hen, kamu mau membukakan pakaianku."
Kembali
aku kaget dibuatnya, aku benar-benar tidak mengira Mbak Ninik
mengatakan hal itu. Ia berdiri di hadapanku yang sudah bugil dengan
penis berdiri. Aku memang baru kali ini tidur bersama wanita, sehingga
saat membayangkan tubuh Mbak Ninik penisku sudah berdiri.
"Ayo bukalah bajuku," kata Mbak Ninik.
Aku
segera membuka pakaian tidurnya yang tipis. Saat itulah aku benar-benar
menyaksikan pemandangan indah yang belum pernah kualami. Jika melihat
wanita bugil di film sih sudah sering, tapi melihat langsung baru kali
ini.
Setelah Mbak Ninik benar-benar
bugil, tanganku segera melakukan pekerjaannya. Aku langsung
meremas-remas buah dada Mbak Ninik yang putih dan mulus. Tidak cuma itu,
aku juga mengulumnya. Puting susunya kuhisap dalam-dalam. Mbak Ninik
rupanya keasyikan dengan hisapanku. Semua itu masih dilakukan dengan
posisi berdiri.
"Oh, Hen nikmat sekali rasanya.."
Aku
terus menghisap puting susunya dengan ganas. Tanganku juga mulai meraba
seluruh tubuh Mbak Ninik. Saat turun ke bawah, tanganku langsung
meremas-remas pantat Mbak Ninik. Pantat yang padat dan sintal itu begitu
asyik diremas-remas. Setelah puas menghisap buah dada, mulutku ingin
juga mencium bibir Mbak Ninik yang merah.
"Hen, kamu ahli juga melakukannya, sudah sering ya," katanya.
"Ah ini baru pertama kali Mbak, aku melakukan seperti yang kulihat di film blue," jawabku.
Aku
terus menciumi tiap bagian tubun Mbak Ninik. Aku menunduk hingga
kepalaku menemukan segumpal rambut hitam. Rambut hitam itu menutupi
lubang vagina Mbak Ninik. Bulu vaginanya tidak terlalu tebal, mungkin
sering dicukur. Aku mencium dan menjilatinya. Tanganku juga masih
meremas-remas pantat Mbak Ninik. Sehingga dengan posisi itu aku memeluk
seluruh bagian bawah tubuh Mbak Ninik.
"Naik ranjang yuk," ucap Mbak Ninik.
Aku
langsung menggendongnya dan merebahkan di ranjang. Mbak Ninik tidur
dengan terlentang dan paha terbuka. Tubuhnya memang indah dengan buah
dada yang menantang dan bulu vaginanya yang hitam indah sekali. Aku
kembali mencium dam menjilati vagina Mbak Ninik. Vagina itu berwarna
kemerahan dan mengeluarkan bau harum. Mungkin Mbak Ninik rajin merawat
vaginanya. Saat kubuka vaginanya, aku menemukan klitorisnya yang mirip
biji kacang. Kuhisap klitorisnya dan Mbak Ninik menggeliat keasyikan
hingga pahanya sedikit menutup. Aku terjepit diantara paha mulus itu
terasa hangat dan nikmat.
"Masih belum puas menjilatinya Hen."
"Iya Mbak, punyamu sungguh asyik dinikmati."
"Ganti yang lebih nikmat dong."
Tanpa
basa-basi kubuka paha mulus Mbak Ninik yang agak menutup. Kuraba
sebentar bulu yang menutupi vaginanya. Kemudian sambil memegang penisku
yang berdiri hebat, kumasukkan batang kemaluanku itu ke dalam vagina
Mbak Ninik.
"Oh, Mbak ini nikmatnya.. ah.. ah.."
"Terus Hen, masukkan sampai habis.. ah.. ah.."
Aku
terus memasukkan penisku hingga habis. Ternyata penisku yang 17 cm itu
masuk semua ke dalam vagina Mbak Ninik. Kemudian aku mulai dengan
gerakan naik turun dan maju mundur.
"Mbak Ninik.. Nikmaat.. oh.. nikmaattt seekaliii.. ah.."
Semakin lama gerakan maju mundurku semakin hebat. Itu membuat Mbak Ninik semakin menggeliat keasyikan.
"Oh.. ah.. nikmaatt.. Hen.. terus.. ah.. ah.. ah.."
Setelah
beberapa saat melakukan maju mundur, Mbak Ninik memintaku menarik
penis. Rupanya ia ingin berganti posisi. Kali ini aku tidur terlentang.
Dengan begitu penisku terlihat berdiri seperti patung. Sekarang Mbak
Ninik memegang kendali permainan. Diremasnya penisku sambil dikulumnya.
Aku kelonjotan merasakan nikmatnya kuluman Mbak Ninik. Hangat sekali
rasanya, mulutnya seperti vagina yang ada lidahnya. Setelah puas
mengulum penisku, ia mulai mengarahkan penisku hingga tepat di bawah
vaginanya. Selanjutnya ia bergerak turun naik, sehingga penisku habis
masuk ke dalam vaginanya.
"Oh.. Mbak Ninik.. nikmaaatt sekali.. hangat dan oh.."
Sambil
merasakan kenikmatan itu, sesekali aku meremas-remas buah dada Mbak
Ninik. Jika ia menunduk aku juga mencium buah dada itu, sesekali aku
juga mencium bibir Mbak Ninik.
"Oh Hen punyamu Oke juga.. ah.. oh.. ah.."
"Punyamu juga nikmaaat Mbaak.. ah.. oh.. ah..."
Mbak
Ninik rupanya semakin keasyikan, gerakan turun naiknya semakin kencang.
Aku merasakan vagina Mbak Ninik mulai basah. Cairan itu terasa hangat
apalagi gerakan Mbak Ninik disertai dengan pinggulnya yang bergoyang.
Aku merasa penisku seperti dijepit dengan jepitan dari daging yang
hangat dan nikmat.
"Mbak Ninik.. Mbaaakk.. Niiikmaaattt.."
"Eh.. ahh.. ooohh.. Hen.. asyiiikkk.. ahh.. ennakk.. nikmaaatt.."
Setelah
dengan gerakan turun naik, Mbak Ninik melepas penisku. Ia ingin
berganti posisi lagi. Kali ini ia nungging dengan pantat menghadapku.
Nampak olehku pantatnya bagai dua bantal yang empuk dengan lubang nikmat
di tengahnya. Sebelum kemasukan penisku, aku menciumi dahulu pantat
itu. Kujilati, bahkan hingga ke lubang duburnya. Aku tak peduli dengan
semua hal, yang penting bagiku pantat Mbak Ninik kini menjadi barang
yang sangat nikmat dan harus kunikmati.
"Hen, ayo masukkan punyamu aku nggak tahaan nih," kata Mbak Ninik.
Kelihatannya ia sudah tidak sabar menerima hunjaman penisku.
"Eh iya Mbak, habis pantat Mbak nikmat sekali, aku jadi nggak tahan," jawabku.
Kemudian
aku segera mengambil posisi, kupegang pantatnya dan kuarahkan penisku
tepat di lubang vaginanya. Selanjutnya penisku menghunjam dengan ganas
vagina Mbak Ninik. Nikmat sekali rasanya saat penisku masuk dari
belakang. Aku terus menusuk maju mundur dan makin lama makin keras.
"Oh.. Aah.. Hen.. Ooohh.. Aah.. Aaahh.. nikmaaatt Hen.. terus.. lebih keras Hen..."
"Mbak Ninik.. enak sekaliii.. niiikmaaatt sekaaliii.."
Kembali
aku meraskan cairan hangat dari vagina Mbak Ninik membasahi penisku.
Cairan itu membuat vagina Mbak Ninik bertambah licin. Sehingga aku
semakin keras menggerakkan penisku maju mundur.Mbak Ninik berkelonjotan,
ia memejamkan mata menahan rasa nikmat yang teramat sangat. Rupanya ia
sudah orgasme. Aku juga merasakan hal yang sama.
"Mbak.. aku mau keluar nih, aku nggak tahan lagi.."
Kutarik
penisku keluar dari lubang duburnya dan dari penisku keluar sperma
berwarna putih. Sperma itu muncrat diatas pantat Mbak Ninik yang masih
menungging. Aku meratakan spermaku dengan ujung penisku yang sesekali
masih mengeluarkan sperma. Sangat nikmat rasanya saat ujung penisku
menyentuh pantat Mbak Ninik.
"Oh, Mbak Ninik.. Mbaak.. nikmat sekali deh.. Hebat.. permainan Mbak bener-bener hebat.."
"Kamu juga Hen, penismu hebat.. hangat dan nikmat.."
Kami
berpelukan di ranjang itu, tak terasa sudah satu jam lebih kami
menikmati permainan itu. Selanjutnya karena lelah kami tertidur pulas.
Esok harinya kami terbangun dan masih berpelukan. Saat itu jam sudah
pukul 09:30 pagi.
"Kamu nggak sekolah Hen," tanya Mbak Ninik.
"Sudah terlambat, Mbak Ninik tidak bekerja."
"Aku masuk sore, jadi bisa bangun agak siang.."
Kemudian
Mbak Ninik pergi ke kamar mandi. Aku mengikutinya, kami mandi berdua
dan saat mandi kembali kami melakukan permainan nikmat itu. Walaupun
dengan posisi berdiri, tubuh Mbak Ninik tetap nikmat. Akhirnya pukul
14:30 aku pergi ke rumah Baron dan mengambil kunci rumahku. Tapi
sepanjang perjalanan aku tidak bisa melupakan malam itu. Itulah saat
pertama aku melakukan permainan nikmat dengan seorang wanita.
Kini
saat aku kuliah dan bekerja di Denpasar, aku masih sering mengingat
saat itu. Jika kebetulan pulang ke Jember, aku selalu mampir ke rumah
Mbak Ninik dan kembali menikmati permainan nikmat. Untung sekarang ia
sudah pindah, jadi kalau aku tidur di rumah Mbak Ninik, orang tuaku
tidak tahu. Kubilang aku tidur di rumah teman SMA. Sekali lagi ini
adalah kisah nyata dan benar-benar terjadi.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih