Pak Edi kolegaku punya chemistry yang sama
denganku. Meski dia lebih tua 20 tahun tapi jika kami bertugas keluar
kota bersamaan, pada waktu luang kami akan jalan berdua. Tujuan pertama
pasti wisata kuliner, dan tujuan berikutnya adalah mencari yang
bening-bening.
Pak Edi sangat menguasai Solo dan
Yogyakarta. Jadi jika ada penugasan ke Solo dan Yogya, dia paling
bersemangat, apalagi aku berada dalam timnya.
Suatu hari dia menggamit aku, “Eh aku nemu tempat yang unik di Yogya,” katanya.
Tempat
yang unik dimaksud, adalah semacam “show room” tapi khusus untuk para
istri yang mencari tambahan dengan menerima “tamu”. Pak Edi bersemangat
menceritakan bahwa tempat itu banyak ibu-ibu yang lumayan, dan harganya
tidak terlalu mahal. Sayangnya mereka hanya bisa di “tenteng” antara jam
10 sampai jam 5 sore. Mereka tidak bisa diajak nginap di hotel, karena
harus kembali kerumah.
Meskipun aku bukan penggemar STW,
tetapi keunikan itu membuat penasaran. Suatu waktu jika ada tugas ke
Yogya, aku prioritaskan “ bertamu” ke alamat yang diberikan Pak Edi.
Saat yang ditunggu-tunggu tiba. Aku mendapat penugasan ke Yogya dan Solo.
Menyelesaikan
pekerjaan di Yogya seperti supir ngejar setoran. Semua kerja bisa aku
selesaikan sebelum makan siang. Selepas waktu makan siang aku punya
waktu bebas.
Cerita Sex Setengah Baya Dengan Ibu-Ibu
Montok Berbekal petunjuk dan alamat yang diberikan Pak Edi, aku naik
becak dari hotel. Aku berhenti di bangunan yang ditunjuk pak Edi sebagai
penanda, dekat dengan titik tujuan. Berjalan sekitar 30 m ada gang yang
tidak terlalu besar. Suasananya teduh dan khas kampung-kampung Jawa,
tenang ada suara-suara burung perkutut dan gending yang mungkin
dikumandangkan dari radio atau rekaman secara samar-samar.
Aku
berdebar-debar juga mendatangi tempat tersebut. Aku berusaha
menyesuaikan sikap sehingga tidak kelihatan sebagai orang asing di
wilayah itu. Di sebelah kanan di bawah kerimbunan pohon aku melihat
semacam warung makan. Ini adalah tempat yang ditunjuk Pak Edi. Warung
makan itu agak unik, karena ruang untuk makannya berada di dalam rumah,
seperti ruang makan rumah biasa, hanya saja meja makannya ada sekitar 3
dengan kursi-kursi.
Dengan gaya percaya diri aku langsung
membelok dan duduk di salah satu meja. Ketika itu meja-meja kosong. Jadi
tamunya baru aku sendiri. Seorang perempuan paruh baya mengenakan kain
panjang atau jarit menghampiri aku dan langsung duduk di kursi dekat
aku. “ Mau pesen apa mas?” tanyanya.
“ Disini apa yang enak,” tanyaku mulai melepaskan kalimat pembuka, kalimat itu kata Pak Edi adalah juga semacam password.
“Wah semuanya di sini enak kok Mas,” timpalnya.
Sambil
aku mengamati menu yang disodorkan, mata ini tidak bisa konsentrasi,
karena beberapa perempuan berseliweran. Mereka rata-rata berusia di atas
25 tahun sampai 35 tahun. Ada yang mengenakan jarit, tetapi ada juga
yang mengenakan pakaian seperti layaknya ibu-ibu pergi ke pasar.
Kelihatannya lumayan-lumayan juga. Seandainya aku pilih secara acak, aku
kira ok-ok saja.
“Mas pesen ini dulu, yang lainnya nanti
bisa diteruskan,” kata si perempuan mbak-mbak yang kutaksir berumur 35
tahun. Akhirnya aku memesan sepiring gudeg ditambah pecel, air mineral
dan kopi. Disini letak uniknya, sepertinya pelayan yang mengantar
makanan aku orangnya berganti-ganti. Sekitar 5 orang mungkin yang
melayani aku. Sambil makan aku ditemani oleh perempuan yang tadi pertama
menyambut aku. “ Gimana mas ada yang cocok,” tanyanya.
Terus
terang aku bingung juga harus memilih yang mana. Si mbak lalu
berpromosi, yang pake kain baju krem itu Ninuk, istri pegawai pemda,
yang pake biru istri , yang krem satu lagi, yang baju merah. Semua
dijelaskan si mbak. Kata si mbak mereka belum tentu bisa tiap hari
kemari, karena kalau tiap hari bisa dicurigai suaminya. Paling-paling
seminggu 2 kali. “ Jadi mas, yang hari ini sama yang besok, pasti beda,”
kata si Mbak.
Aku bingung memilih kriteria dari semua
yang disebutkan si mbak. Tiba-tiba terlintas di benakku untuk memilih
perempuan yang paling jarang, atau sudah lama tidak kemari. “ Oo itu
mbak Rina, dia udah hampir sebulan nggak kemari, suaminya terlalu
ngontrol, tapi gak mampu biayai rumah tangganya, orangnya baik kok mas,
ramah. Sebentar ya mas aku panggil,” katanya.
Rina berumur
sekitar 28 tahun, agak gempal, tapi mukanya manis. Dia menyalamiku dan
duduk di depanku. “Ngobrol aja dulu mas, kalau nggak cocok boleh cari
yang lain,” kata si Mbak tadi berbisik di telingaku.
Rina
agak grapyak dan suasana obrolan mudah sekali cair. Aku tidak tega
menggantinya dengan yang lain, apalagi rasanya lumayan jugalah untuk
temen bobok siang. Akhirnya disepakati dia bisa nemani sampai jam 5
sore. Aturan di situ, kita tidak bisa langsung nenteng pilihan kita. Dia
nanti akan diantar ke hotel yang kita sebutkan. Kita harus menunggu di
lobby untuk menjemputnya lalu digandeng ke kamar.
Setelah
masalah harga dan cara pembayaran di sepakati, aku cabut duluan ke
hotel. Hebatnya lagi aku ditawari digonceng sepeda motor untuk kembali
ke hotel. Pengojeknya ya salah satu cewek yang ada di situ. Sekitar 10
menit menunggu di lobby, Rina tiba diantar oleh rekan yang kelihatannya
juga sebaya yang tadi kulihat dia mengantar kopi untukku. Mereka datang
berbonceng sepeda motor. Setelah serah terima, rekannya kembali dan Rina
aku bimbing menuju kamarku.
“Lho mbak, tadi kan pakai kain, sekarang kok malah pake Jins,” tanyaku ketika dia duduk di bed .
“Iya
mas, sebetulnya di tempatnya si Mbak Ambar itu, kita diharuskan pakai
kain. Tapi kalau keluar dari situ boleh pakaian bebas, Lha kalau pakai
kain naik motor repot toh mas,” katanya dengan senyum menggoda.
Tempat
rendezvous itu ternyata adalah milik Mbak Ambar yang tadi menyambutku.
Dia membuka warung makan itu sebagai penyamaran, agar tidak mencolok di
tengah-tengah kampung. Ada sekitar 30 perempuan di situ, tetapi setiap
harinya paling banyak hanya 10 orang. Mereka seperti bergantian.
Sebagian
memang suaminya tidak tau, tetapi sebagian lagi menurut Rina datangnya
di antar suami dan nanti sore dijemput lagi. Kalau Rina, bekerja
sambilan begini tidak setahu suaminya. Dia beranak 2 dan suaminya
bekerja sebagai guru. Rina beralasan ngobyek jualan batik membantu
temannya. “Abis gaji guru berapa sih mas, untuk kebutuhan rumah tangga
baru 10 hari udah habis,” kata Rina menjelaskan mengapa dia “ngojek” di
luar pengetahuan suaminya. Menurut Rina jika dia setiap minggu “mampir”
ke rumah Mbak Ambar, lumayan bisa menyamai gaji suaminya, malah
sering-sering lebih. “
Lho kata mbak Ambar tadi, “Ini” ongkosnya tigaratus, kalau 4 kali berarti satu koma dua toh,” kataku.
“Lho kalau dikasi sigitu, saya ya matur nuwun, tapi kalau dikasih lebih masak iya saya nolak mas,” kata Rina.
Ah
sialan, aku terjebak oleh pertanyaanku sendiri. Berarti aku nanti harus
kasih lebih dari price list. Aku tawari minum dan snack tapi ditampik
oleh Rina. Dia menawarkan untuk dipijat. Tawaran yang sangat menarik,
tentu saja aku setuju.
“Mas ke kamar mandi dulu nanti gantian saya, “ katanya.
“Lha kalau sama-sama aja kan enak sih,” kataku menggoda.
“Ah masnya genit nih,” katanya sambil meminta dulu ke kamar mandi.
Dari
kamar mandi aku melepas semua baju kecuali celana dalam dan langsung
tidur tengkurap. Entah berapa lama aku tertidur, aku terbangun karena
badanku terasa ditindih sambil dipijat. Nikmat sekali rasanya dipijat.
Aku mulai sadar bahwa rasanya kulit pungungku bersentuhan langsung
dengan kulit Rina, dan terasa ada bulu-bulu nempel di punggungku. Aku
menganalisa sambil tengkurap, kayaknya si Rina telanjang bulat
memijatku. Penisku jadi pelan-pelan mengeras. Untuk sementara aku ingin
menikmati pijatannya yang lumayan enak. Dia lalu memelukku sambil tidur
telungkup diatasku. Tengkukku diciuminya dan dia memberi kode gerakan
agar aku berbalik telentang. Kuturuti arahannya dan aku telentang,
sementara Rina tergolek di sampingku. Pemandangan yang sangat indah,
toket gede dan badan yang sekel. Aku segera meremas susunya dan
pentilnya ku pelintir-pelintir. Tangan Rina langsung membekap penisku
dan perlahan-lahan dikocoknya.
“Mas pijetnya diterusin dulu, nanggung kan,” katanya.
Aku
pasrah dan Rina bangkit duduk diatas pahaku, sedikit dibawah
kemaluanku. Dia memijat bagian depan pundakku. Perlahan-lahan tumpuan
badannya naik keatas, sehingga batang penisku yang mengeras sudah berada
diantara belahan memeknya. Dengan nakalnya dia melakukan gerakan maju
mundur sambil tangannya terus memijat. Dengan keahlian gerakannya,
batang penisku perlahan-lahan mulai menelusup ke dalam liang vaginanya.
Setelah seluruhnya tenggelam, Rina mulai melakukan gerakan mutar,
sehingga penisku terasa seperti diremas-remas oleh vagina Rina. Makin
lama dia makin semangat. Aku diperlakukan begitu tidak mampu bertahan
lama dan jebollah pertahananku. Rina paham aku telah memuntahkan
spermaku di dalam rahimnya. Dia menunggu sampai ejakulasiku usai baru
perlahan-lahan melepas cengkeraman vaginanya. Rina bangkit , sambil
menutup lubang kemaluannya agar maniku tidak tercecer. Dia berjalan ke
kamar mandi. Aku yang baru saja merasakan kenikmatan, telentang pasrah.
Rina kembali dari kamar mandi membawa handuk kecil yang telah dibasahi. Penisku dibersihkannya secara telaten.
Rina
lalu berbaring disampingku sambil tangannya mengelus-elus penisku yang
telah layu. Dengan sabar di rangsangnya penisku sampai akhirnya dia
bangkit dan mengoral penisku. Penisku yang tadinya loyo, dihisap-hisap
Rina, perlahan-lahan mulai bangkit kembali. Aku akui Rina cukup lihai
juga mengoral penisku. Setelah cukup keras dia kembali memasukkan
penisku ke rongga vaginanya dan mulai berputar-putar. Aku tidak tahu
berapa lama dia menderaku, sampai akhirnya dia mencapai orgasme dan
ambruk di dadaku sambil nafasnya tersengal-sengal. Aku merasa penisku
seperti di genggam-genggam oleh otot vaginanya. Aku membalikkan posisi
dan sekarang berganti aku yang menggarap Rina. Berbagai posisi mulai
dari posisi biasa sampai akhirnya kedua kakinya kuangkat ke atas
pundakku. Lubang kemaluan Rina cukup menggigit juga. Aku kemudian
berganti posisi dogie. Cukup lama juga aku bermain dengan berbagai
posisi, sampai aku lelah lalu berkonsentrasi untuk menembakkan spermaku
untuk yang kedua kali.
Setelah tembakanku usai aku merasa
sangat ngantuk dan akhirnya jatuh tertidur. Ketika aku terbangun Rina
dan aku terbungkus dalam satu selimut. Dia rupanya juga tertidur di
sampingku. Sebenarnya jika waktunya cukup aku ingin melakukan lagi, tapi
butuh waktu interval lebih lama. Namun karena hari sudah mekin sore,
akhirnya aku mengijinkan Rina mengakhiri pergumulan.
Aku antar dia keluar hotel sampai mendapatkan becak yang akan mengantarnya pulang.
Hari
kedua aku kembali ke tempat Mbak Ambar. Dia rupanya sudah mengenaliku.
Kali ini aku datang agak lebih pagi, mungkin sekitar jam 11. “Lho kok
gak kerja mas,” katanya.
Aku berasalan mbolos. Aku
kemudian memesan makanan . Kuakui makanan di warung Mbak Ambar memang
luayan enak. Seandainya tidak ada embel-embel tempat berkumpulnya para
STW, mungkin aku akan sering mampir di warungnya hanya untuk makan .
Cerita
Sex Setengah Baya Dengan Ibu-Ibu Montok Selama makan aku ngobrol
macam-macem, sampai akhirnya aku tahu bahwa Mbak Ambar punya usaha yang
sama di Solo dan Semarang. Aku nggak nyangka, kegiatan seperti ini bisa
punya cabang di dua kota. Dia lalu memberiku alamat dan kontak personnya
di kota-kota itu.
“Mas mau nyoba istri tentara nggak,
lagi ada nih, dia udah 3 hari nggak kemari,” kata Ambar sambil menunjuk
perempuan berumur sekitar 25 tahun, ayu dan bokongnya besar.
“Wah nanti aku ditembak,” kataku.
“Ah ya ndak tho, wong kadang-kadang dia diantar suaminya kok,” kata Ambar.
“Dia belum punya anak mas,” tambah Ambar gencar berpromosi.
Aku
menyetujui lalu si Wiwik, istri sang tentara itu datang bergabung ke
mejaku. Kami ngobrol ngalor-ngidul gak jelas. Seperti biasa aku diojekin
ke hotel, lalu barang pesanan datang diantar ojek lainnya.
Wiwik
penampilannya bersahaja dan lugu. Dia tidak banyak cakap seperti Rina
kemarin. Hanya berbicara menjawab pertanyaanku. Meskipun cenderung
pendiam, namun Wiwik tergolong berisik jika bertempur. Ini menambah
semangatku untuk terus menggempurnya. Dia cukup sabar, dan telaten
melayaniku.
Pertempuranku dengan Wiwik tidak perlu aku uraikan secara lebih detil, karena ya kurang lebih sama saja.
Ketika
aku pindah ke Solo karena memang pekerjaan menuntut begitu, selepas
menyelesaikan tugas sekitar jam 3 aku langsung mencari alamat cabang
dari Mbak Ambar.
Alamat yang ditunjuk Mbak Ambar tidak
lebih adalah semacam warung yang tidak begitu besar. Dia mungkin lebih
cocok disebut sebagai warung kopi. Hanya ada bangku panjang dan meja
panjang. Diatas meja ada etelase kaca dan dibaliknya ada berbagai macam
kue dan gorengan. Ketika aku ditanya mau pesan apa, seperti di Jogya aku
melontarkan password, “ disini yang enak apa mbak,” kataku
“Wah
semuanya disini enak-enak mas,” kata pelayannya yang kutaksir berumur
sekitar 24 tahun. Tidak lama kemudian muncul wajah lain, kali ini
usianya kelihatan lebih tua, Kutaksir berumur sekitar 40 tahun. “Mas mau
ngopi, apa mau pesan apa lagi, “ tanya si STW.
Aku
memesan kopi dan pisang goreng. Lalu iseng-iseng aku tanya ke si STW
tadi. “ Mbak apanya mbak Ambar. “ O Masnya dari mbak Ambar to, kenapa
gak bilang dari tadi,” katanya.
“Mbak anggotanya ada berapa sekarang,” tanyaku.
“Ada 8 orang mas,” katanya.
Kedelapan
orang itu kemudian mondar mandir di dalam warung. Mungkin ini untuk
memberi kesempatan aku melihat kontestan yang akan aku pilih.
“Gimana mas ada yang cocok,” tanya Mbak Lina, demikian ibu STW itu memperkenalkan namanya.
“Wah kok stw semua to mbak, “ kataku.
“Lho si mas pengen yang muda to, sebentar ya,” katanya.
Tidak
lama kemudian muncul 3 abg yang kutaksir umurnya sekitar 17 tahun.
Seperti para STW tadi mereka juga mondar-mandir di dalam warung itu.
Ketiga
cewek itu manis-manis pula, bikin aku bingung memilihnya. Si mbak Lina
lalu mendekati aku dan menanyakan apa ada yang cocok. “ Aku bilang cocok
semua,”
“Ya kalau gitu ambil aja semua mas, mereka bisa
nginap koq, karena di sini mereka kost semua. Yang penting besok pagi
mereka harus bisa langsung sekolah.”
Sifat serakahku
muncul mengalahkan akal sehat. Jika ditimang-timang rasanya berat juga
jika harus bertempur melawan 3 musuh ABG, tapi aku penasaran juga ingin
mencoba. Setelah disepakati harga paket berisi “3 bungkus” aku meluncur
ke hotel.
Ketika aku sedang asyik menonton TV, telepon di
kamar berdering. Reception menanyakan apakah aku bisa menerima tamu, Aku
menduga paket Mbak Lina sudah datang, maka kepada petugas aku minta
mereka langsung menuju ke kamar.
Ketiga gadis abg yang
masih ranum, centil diantar oleh seorang wanita yang kutaksir berumur
sekitar 30an. Setelah basa-basi sejenak, si pengantar minta izin untuk
kembali.
Ketiga gadis itu aku lupa namanya, tetapi mereka
lumayan bagus-bagus juga. Salah seorang yang paling tinggi duduk di
sebelah kananku di bed dan yang agak hitam duduk di kiri. Dengan gaya
anak remaja mereka memintaku memesan makanan. Mereka mengaku ingin
merasakan nasi goreng hotel, kebetulan tadi pulang sekolah agak cepat
dan belum sempat makan siang.
Permintaannya aku kabulkan dan mereka kubiarkan menikmati hidangan sambil aku melakukan penyesuaian.
“Oom apa kuat nglawan kita bertiga,” tanya gadis yang kelihatannya paling muda. “Ah ya kita coba aja,” kataku.
Entah
dari mana datangnya ide, tiba-tiba aku mendapat gagasan ingin menjadi
seperti raja yang dikelilingi gundik-gundiknya. Kujelaskan kepada mereka
agar mereka bertindak sebagai pelayan ku dan menuruti semua kemauanku.
Jika mereka setuju aku akan menambah tips sebesar tarif mereka
masing-masing.
“Bener ya Oom,” kata yang paling tinggi.
Aku
lalu meminta mereka melepas semua baju sampai mereka telanjang dan
mandi terlebih dahulu membersihkan diri. Aku pun ikutan mandi. Di bawah
shower aku dibersihkan oleh 3 gadis-gadis remaja yang badannya baru
terbentuk. Yang tinggi bodynya nyaris sempurna dengan pinggang ramping
dan pantat bahenol, toketnya tidak terlalu besar dengan pentil masih
kecil. Yang berkulit agak gelap teteknya paling besar dengan puting dan
aerolanya berwarna lebih gelap dengan pentil juga masih kecil, jembutnya
lumayan lebat. Yang kelihatannya paling muda kulitnya putih, teteknya
masih kecil dan di kemaluannya masih gundul.
Aku disabuni
dan dimandikan oleh ketiga gadis-gadis itu. Di kamar mandi penisku sudah
berdiri tegak, akibat dikocok dan mereka bergantian pula mengulum
penisku. Badanku dikeringkan dengan handuk lalu aku dibimbing kembali
kekamar lalu di baringkan.
Ketiga mereka seperti sudah
berkoordinasi masing-masing mempunyai tugas, yang tinggi mengangkangi
dadaku sehingga memeknya dekat sekali dengan mukaku lalu dia memijat
kepalaku. Yang dua lainnya aku tidak bisa melihat, tetapi merasakan
bahwa keduanya bergantian mengulum penisku.
Aku telentang
pasrah. Penisku jadi mainan. Mereka bukan hanya bergantian mengulum
tetapi juga bergantian menjajal penisku ke memeknya.
Selama
dua hari kemarin aku terus-terusan bertempur, maka pertempuran hari ini
aku agak imum. Aku mampu bertahan cukup lama dikerjai ketiga
cewek-cewek itu . Mereka bergantian berada di atasku menggenjotku. Aku
menutup mata sambil menikmati sensasi di penisku yang dipakai bergantian
oleh ketiga remaja. Si hitam manis mainnya paling berisik. Dia tidak
peduli dengan kedua temannya meski sering kali diledek, tapi dia terus
memacuku sampai dia mencapai klimaksnya lalu ambruk di sampingku.
Gantian yang tinggi menggenjotku sambil dia mengambil posisi jongkok.
Mungkin posisi itu melelahkan akhirnya dia telungkup diatas badanku
sambil memaju mundurkan lobang memeknya ke penisku. Sampai posisi
tertentu dia melakukan gerakan lebih bersemangat sambil mendesis-desis
dan akhirnya diapun mencapai orgasme. Giliran berikutnya adalah si memek
gundul. Perlahan-lahan dibenamkannya penisku ke dalam memeknya. Dia
meringis, mungkin menahan sakit atau entah kenapa. Padahal batang
penisku sudah licin oleh lendir kedua cewek tadi. Mestinya bisa masuk
lancar, tetapi kenyataannya dia agak sulit membenamkan penisku. Penisku
terasa lebih tercengkeram. Lobang vagina si memek gundul ini memang
masih terasa sempit. Setelah terbenam semua dia mulai melakukan gerakan
maju mundur. Aku biarkan dia mengubah-ubah posisi semaunya sampai dia
mendapatkan posisi yang dia rasakan paling nikmat. Gerakannya makin lama
makin cepat dan akhirnya dia pun ambruk juga.
Aku bukan
ingin membanggakan bahwa aku superman, tetapi karena aku 2 hari lalu
bertempur habis-habisan dan kali ini aku berada di posisi bawah, maka
aku bisa menahan selama mungkin agar tidak muncrat. Padahal ketika si
memek gundul tadi menggenjotku cepat, aku sudah merasa syur juga dan
mungkin kalau aku lepas aku bisa ejakulasi.
Ketiga gadis
abg itu tidur telentang berjajar kelelahan setelah masing-masing
mendapat orgasme. Aku jadi ingin mengoral mereka satu persatu sambil
merangsang gspotnya. Giliran pertama adalah si hitam manis. Ku
kangkangkan kedua kakinya selebar mungkin lalu aku mengendus ke
memeknya. Memeknya cukup terawat dan baunya tidak terlalu mengganggu.
Aku langsung menjilat clitorisnya. Dia menggelinjang-gelinjang dan belum
5 menit dia sudah berteriak orgasme. Aku bangkit lalu jari tengah dan
jari manisku ku benamkan ke dalam lubang vaginanya dengan gerakan
tertentu aku merangsang titik gspotnya baru sekitar 2 menit dia sudah
mengerang-ngerang lalu badannya menegang. Dia mendapat orgasme Gspot.
Kuberi waktu sebentar lalu kukerjai lagi. Kali ini dia mencapai orgasme
lebih cepat sampai akhirnya dia minta ampun karena katanya badannya
lemas.
Si jangkung yang tadi tertidur jadi bangun
mendengar suara berisik, menjadi sasaran berikutnya untuk ku oral. Dia
pasrah saja ketika ku oral. Memeknya baunya juga cukup sedap. Dengan
kepiawaianku mengoral, si jangkung dengan mudah mencapai orgasme.
Berikutnya aku merangsang g spotnya seperti yang kulakukan pada si hitam
manis. Dia mulanya heran apa yang kulakukan, tetapi itu tidak
berlangsung lama, dia mulai terengah-engah dan akhirnya mengejang .
Kuberi waktu sebentar lalu aku memulai lagi. Kali ini dia lebih cepat
mencapai orgasme. Liang vaginanya basah sampai menetes ke kasur. Aku
biarkan dia beristirahat sejenak lalu untuk ketiga kalinya kukerjai lagi
dia juga seperti si hitam manis minta ampun karena katanya badannya
sudah lemas, tetapi berbicara sambil mendesis-desis. Aku meneruskan
ngerjai gspotnya sampai akhirnya dia orgasme lagi. Dia akhirnya
benar-benar minta ampun karena badannya terasa lemas sekali dan ngantuk.
Giliran
berikutnya adalah si imut yang memeknya masih gundul. Aku oral dia .
Memeknya memang istimewa, karena tidak ada baunya dan bentuknya mentul
atau menggembung. Belahan vaginanya berwarna merah dan clitorisnya
terlihat paling menonjol di antara dua temannya. Dengan mudah aku mulai
mengoral clitorisnya. Dia mengejang-ngejang setiap kali ujung
clitorisnya aku usap dengan ujung lidah. Namun si memek gundul ini
terasa paling lama mencapai orgasme dibanding 2 temannya, sampai leherku
terasa pegal. Setelah dia mengejang dan mencapai orgasme aku
melanjutkan mengerjai g spotnya. Kedua jariku agak susah menerobos
lubang memeknya. Setelah posisinya tepat aku mulai melakukan gerakan
tertentu. Mulanya si memek gundul terlihat heran. Ini terbaca dari mimik
mukanya, tetapi itu tidak berlangsung lama karena matanya kemudian
terkatup dan bibir bawahnya digigitnya. Dia mengernyit-ngernyitkan
dahinya lalu mendesis. Kali ini dia tidak mampu bertahan dan akhirnya
lepas juga orgasmenya. Dia kelihatan terkejut dan tidak mampu menguasai
dirinya ketika orgasme, karena dari lubang kencingnya terpancar semburat
cairan kental. Dia mengalami ejakulasi.
Aku membiarkan
dia beristirahat sebentar lalu kembali kukerjai, dia kembali mencapai
ejakulasi kedua kali. Tapi dia masih belum minta ampun aku kerjai lagi
untuk ketiga kalinya sampai akhirnya dia memohon-mohon agar aku
menyudahinya, tetapi dia sambil berkata begitu diselingi oleh berdesis
nikmat. Aku jadinya tidak mempedulikan permintaannya kecuali meneruskan
mengerjainya. Dia pun akhirnya mencapai klimak dan menjerit sekuatnya
karena mungkin dia merasa kenikmatan luar biasa.
Lubang
vaginanya terasa berdenyut. Kesempatan ini tidak aku sia-siakan dan
segera penisku ku benamkan cepat-cepat ke vaginanya untuk merasakan
sensasi denyutan. Rasanya nikmat sekali dan lubangnya terasa lebih
mencengkeram. Aku terpancing dan langsung menggenjotnya dengan gerakan
cepat dan kasar. Si memek gundul pasrah. Dia mungkin sudah kecapaian.
Aku merasa penisku nikmat sekali di memeknya. Dengan konsentrasi
akhirnya aku mampu mencapai orgasme, tetapi kulepaskan di luar.
Ketiga
cewek itu tertidur seperti orang pingsan. Bahkan si hitam manis
mendengkur halus. Aku berjalan ke kamar mandi dan membersihkan cairan
spermaku.
Ketiga mereka aku selimuti dan aku pun bergabung dalam satu selimut. Kami tidur seperti jajaran ikan pindang.
Entah
berapa lama tertidur, kami terbangun gara-gara masing-masing kebelet
pipis. Mereka bertiga merangkuli dan menciumiku . Mereka mengaku belum
pernah mengalami orgasme seperti yang dirasakan tadi. Kami berempat
menghabiskan malam itu sambil mencoba berbagai adegan seperti di istana
raja-raja. Kadang-kadang kami tertawa geli melihat tingkah laku kami,
tetapi kadang-kadang mengerang karena nikmat.
Aku
mengakhiri tugasku di Solo dengan badan terasa sangat lemas. Ketiga
cewek itu memohon-mohon mereka aku booking lagi jika aku kembali ke
Solo. Mungkin saja mereka senang menikmati bayarannya, dan mungkin juga
senang merasakan sensasi orgasme yang optimal.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih